Jakarta, FORTUNE - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sejak 2021 absen menyetorkan dividen kepada negara. Pasalnya, selama periode tersebut perusahaan itu diminta untuk memperkuat struktur keuangan dan berfokus pada penyelesaian proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
“Sejak 2021 KAI mendapatkan amanah dari Komite Kereta Cepat yang terdiri dari Pak Menko Marves, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan Menteri BUMN untuk menahan dividen tadi untuk penguatan keuangan KAI, sehubungan dengan penugasan yang diberikan,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya, di hadapan Komisi VI DPR, Selasa (9/7).
Meski dividen tidak dibagikan, dia mengatakan perusahaan masih secara rutin memberikan sebagian porsi penerimaannya kepada negara. Kontribusi KAI kepada negara cenderung mengalami pertumbuhan baik dari segi pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hingga dividen.
Secara terperinci, total kontribusi KAI terhadap penerimaan negara pada 2018 adalah Rp3,9 triliun, kemudian pada 2019 sebesar Rp4,4 triliun, dan pada 2020 mencapai Rp3 triliun.
Pada 2021, jumlahnya mencapai Rp2,9 triliun, kemudian naik menjadi Rp3,1 triliun pada 2022, dan Rp4,9 triliun pada 2023. Meski demikian, dia menjelaskan total kontribusi sempat turun pada kurun 2020-2022.
Sebesar 75 persen dana untuk pembangunan proyek Whoosh diperoleh dari pinjaman China Development Bank, sementara 25 persen lainnya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu gabungan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) 60 persen dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. 40 persen.
Komposisi pemegang saham PSBI terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar 51,37 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar 39,12 persen, PT Perkebunan Nusantara I sebesar 1,21 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar 8,30 persen.
Sedangkan komposisi pemegang saham Beijing Yawan HSR Co. Ltd. terdiri dari CREC sebesar 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.