Jakarta, FORTUNE - Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau Perjanjian Dagang Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional diharapkan dapat segera terimplementasi. Pemerintah Indonesia pun berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera meratifikasi perjanjian dagang ini, namun ternyata masih ada sejumlah pihak yang menyangsikan manfaat dari kesepakatan dengan 'Blok Tiongkok' ini.
Mengutip Antara (15/10), Peneliti Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi, Kartini Samon, meminta DPR untuk hati-hati dalam meratifikasi RCEP. Ia menilai perjanjian dagang tersebut justru bisa merugikan petani dan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pangan di Indonesia.
“RCEP akan meningkatkan impor sejumlah produk yang akan mempengaruhi, baik petani maupun UMKM pangan di Indonesia. Sejumlah pangan akan mengalami peningkatan impor Indonesia, misalnya gula, daging, dan pangan olahan dari negara RCEP lain, seperti Australia, Tiongkok, Vietnam, dan Thailand,” ujar Kartini.
Menurut studi koalisi yang merujuk pada penelitian UNCTAD, menyatakan bahwa pelaksanakaan komitmen liberalisasi barang RCEP akan memperburuk neraca perdagangan ASEAN, termasuk Indonesia, karena impor di sebagian besar negara ASEAN berasal dari Tiongkok. Penelitian tersebut justru menunjukkan bahwa RCEP justru membawa kerugian mencapai US$8,5 miliar per tahun bagi negara-negara ASEAN.
“Peningkatan nilai defisit perdagangan dapat memperburuk membengkaknya neraca pembayaran Indonesia yang pada akhirnya menyempitkan ruang fiskal negara untuk dapat mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan rakyat,” ucap Rachmi Hertanti, Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ).