Semester I-2021, Pendapatan Holding Farmasi Tembus Rp15 Triliun

Jakarta, FORTUNE - Holding BUMN Farmasi, yang terdiri dari PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma Tbk, dan PT Indofarma Tbk, mencatatkan kinerja keuangan yang melonjak signifikan pada semester pertama tahun ini. Pendapatan entitas bisnis tersebut melejit hingga ratusan persen berkat penugasan dari pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19.
Berdasarkan keterangan pers yang dikutip Fortune Indonesia, Holding BUMN Farmasi pada sepanjang Januari-Juni tahun ini berhasil mencatatkan pendapatan mencapai Rp15,26 triliun. Angka ini tumbuh signifikan 164 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari pencapaian sebelumnya sebesar Rp5,78 triliun.
Jika dirinci, Bio Farma sebagai induk Holding Farmasi, mencatatkan pendapatan terbesar mencapai Rp8,12 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp7,97 triliun merupakan pendapatan dari program vaksinasi Covid-19 dan sisanya Rp144,30 miliar pendapatan dari program vaksinasi gotong royong.
Sementara, Kimia Farma tercatat menyumbang pendapatan mencapai Rp5,56 triliun, atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan dari sebelumnya sebesar Rp4,69 trilun. Jika dirinci, penjualan lokal perusahaan dengan kode emiten KAEF itu tumbuh signifikan 19,7 persen menjadi Rp5,47 triliun. Sedangkan, pendapatan Kimia Farma dari penjualan luar negeri terkontraksi 24,3 persen menjadi Rp91,49 miliar.
Berdasarkan Laporan Keuangan, Indofarma di periode yang sama juga berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan mencapai 89,9 persen menjadi Rp849,33 miliar. Penjualan lokal perusahaan dengan kode emiten INAF ini tumbuh 91,3 persen menjadi Rp845,22 miliar, sedangkan pendapatan ekspor terkoreksi 24,7 persen menjadi Rp4,11 miliar.
Penanganan Covid-19 On Track
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, mengatakan, jika dilihat penjualan bersih perusahan di luar penugasan penanganan pandemi Covid-19, kinerja Holding BUMN Farmasi masih on the track. Meski, lanjutnya, perusahaan masih menghadapi tantangan untuk penjualan ekspor akibat pelaksanaan karantina wilayah di sejumlah negara.
Dia mengatakan, sementara untuk penjualan dalam negeri, sesuai dengan instruksi pemerintah, bahwa saat ini perusahaan fokus pada pengadaan vaksin Covid-19 dan obat-obatan yang digunakan untuk penanganan Covid-19.
“Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan Covid-19, masih bisa mencapai Rp985 miliar atau 84,39 persen dari target Semester I 2021. Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor mencapai Rp 549 miliar dan penjualan dalam negeri mencapai Rp 66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8 persen dari yang dianggarkan,” kata Honesti, Selasa (28/9).
Honesti menambahkan, meski ada tantangan pandemi Covid-19, Bio Farma juga berhasil menciptakan inovasi produk alat deteksi Covid-19, yakni rapid test polymerase chain reaction/RT-PCR, yang diluncurkan pada 2020 lalu. Inovasi alat deteksi ini, katanya, merupakan hasil kolaborasi bersama perusahaan rintisan (startup). Inovasi ini juga sudah memenuhi gold standard RT-PCR kit.
“Penjualan sektor swasta mencapai Rp31 miliar atau mencapai 105 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp 411 miliar. 68,86 persen dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov mencapai Rp 83 miliar,” katanya.
Selain RT PCR Kit, lanjut Honesti, Bio Farma juga meluncurkan Bio Saliva, alat deteksi Covid-19 dengan metode kumur (gargling). Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19. Produk ini memiliki keunggulan sensitivitas sebesar 95 persen serta bisa memberikan kenyamanan kepada orang yang akan dites.