Krisis moneter 1998 sempat membuat BCA terguncang. Besarnya arus dana keluar membuat BCA harus pasrah menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Sempat dimiliki pemerintah, BCA kemudian berpindah tangan ke Grup Djarum. Sementara itu, Jahja masih setia dan bertahan di BCA.
Bahkan, ada yang sempat mengajak Jahja bergabung dengan perusahaan lain, namun Jahja menolaknya. “Insting saya mengatakan, cobalah tetap setia. Saya lihat lingkungannya enak, dan pada saat itu para pemegang sahamnya juga baik. Sampai sekarang pun tetap baik,” ujarnya.
Insting tersebutlah yang kini membawanya menjadi pemimpin di BCA. Karakteristik kepemimpinan Jahja juga dinilai cukup unik dengan tidak terlalu mementingkan target dalam proses bisnis serta penyelenggaraan sebuah acara.
Salah satu contoh yang Ia ambil pelajaran ialah kala kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) miliknya sempat merosot akibat pandemi COVID-19. Di mana sales new KPR BCA dalam sebulan sebelum pandemi sempat menyentuh angka Rp2 triliun dan sempat merosot hanya Rp800 miliar sejak awal pandemi. Meski demikian, dengan kinerja solid antar tim membuat kinerja semakin membaik dan mencetak new sales KPR hingga Rp15 triliun dalam tiga bulan penyelenggaraan virtual event.
“Saya anti target target. You do the best tapi everyday Saya plototin hasilnya kurang apa, perlu bantuan apa, ayo kita perbaiki, kita support. Dan hasilnya luar biasa, gitu aja very simple sebenernya. tapi ya workable,” kata Jahja.
Tak hanya piawai dalam meracik strategi dan menentukan arah bisnis, Jahja juga cermat dalam pemilihan struktur tim dalam susunan direksi. Meski pemilihan direksi tak sepenuhnya berasal dari pilihannya, namun Jahja mengaku cukup terbuka untuk mengambil talent-talent bankir berkualitas dari luar ekosistem BCA. Sebut saja beberapa jabatan Direktur BCA di antaranya Vera Eve Lim dan John Kosasih yang dipinang BCA dari Bank Danamon. Ada juga Direktur BCA Haryanto Tiara Budiman yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Managing Director & Senior Country Officer J.P. Morgan Indonesia. Menurutnya hal tersebut wajar saja terjadi bilamana bankir dengan spesialisasi keahlian tertentu dibutuhkan.
“Di BCA banyak spesialisasi. Jadi kalau kebetulan yang dibutuhkan spesialisasinya bidang yang lain, dan kita gak punya orang jujur saja (mengambil dari bank lain) seperti itu, jadi mau tidak mau harus bisa merekrut dari luar juga,” kata Jahja.