Jakarta, FORTUNE - Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Alwin Albar meminta pemerintah mempertimbangkan ulang larangan ekspor timah batangan atau tin ingot sebagai program hilirisasi mineral tambang. Sebab, sampai saat ini serapan timah batangan di pasar domestik masih sangat kecil.
Sebagai gambaran, pada 2021, volume ekspor timah mencapai 74.405 metrik ton (mt), sementara penjualan di dalam negeri hanya mencapai 3.225 mt. Demikian pula di 2019 dan 2020 yang penjualan ekspornya mencapai 67.800 mt dan 65.150 mt, sementara serapan pasar domestiknya hanya sebesar 3.240 mt dan 2.820 mt.
"Ketika dilakukan larangan ekspor mendadak dan kondisi pasar domestik belum mampu menyerap produksi yang ada, maka akan terjadi dampak signifikan di tambang, peleburan dan pemurnian," ujar Alwin di Komisi VII DPR RI, Senin (28/11).
Lagi pula, menurut Alwin, pengusaha timah dalam negeri telah melakukan hilirisasi sejak lama. Bahkan, sebelum Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) disahkan, pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) nomor 443 tahun 2002 telah melarang ekspor timah dalam bentuk material mentah (raw material).
PT Timah Tbk bahkan telah memiliki produk turunan tin ingot, yaitu soldier dan chemical. "Cuma kapasitas pemakaian timahnya kurang dari 3.000 ton dibandingkan produksi Indonesia yang sekitar 70-80 ribu ton setahun," jelasnya.