Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) adalah sertifikat yang diberikan kepada seseorang untuk membangun serta memiliki bangunan di tanah yang bukan miliknya. Soal HGB ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Beradasarkan Pasal 35 ayat (1) UUPA, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Selanjutnya, dalam Pasal 35 ayat (2) UU tersebut berbunyi, “Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.”
Hal itu berarti HGB diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang sampai 20 tahun. Lalu, dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA tertulis bahwa HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA, yang dapat mempunyai HGB ialah Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Selanjutnya, di ayat (2) dalam pasal tersebut berbunyi “Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.”
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGB, jika dia tak memenuhi syarat-syarat tersebut. Selain itu, jika HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu dihapus karena hukum dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).