Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian akan menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022. Tujuannya adalah untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong industri farmasi. Sebab, porsi importasi bahan baku obat Indonesia hingga kini sekitar 90 persen dari total kebutuhan.
“Substitusi impor juga mendorong peningkatan utilitas industri domestik, peningkatan investasi, dan akselerasi program hilirisasi untuk memperkuat tatanan sektor manufaktur nasional,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Muhammad Khayam dalam keterangannya, Minggu (12/12).
Menurut Khayam, kebijakan substitusi impor memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh berkembang dan meningkatkan daya saing. Pendekatan yang dilakukan dalam kebijakan substitusi impor dari sisi suplai meliputi perluasan industri dalam peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong untuk industri yang sudah ada, peningkatan investasi baru, serta peningkatan utilisasi industri.
“Sektor IKFT diharapkan mampu memberikan kontribusi besar terhadap kebijakan substitusi impor tersebut,” ujarnya.
Industri farmasi, obat kimia dan obat tradisional pada kuartal III-2021 tumbuh 9,7 persen secara tahunan, dan 80 persen kebutuhan obat nasional sudah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.