Jakarta, FORTUNE - Kinerja bisnis perhotelan pada awal 2025 menunjukkan tren penurunan seiring diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran.
Konsultan properti Colliers Indonesia menilai, kebijakan penghematan belanja negara ini berdampak besar terhadap sektor perhotelan yang sebagian besar menggantungkan pendapatannya dari kegiatan pemerintah.
“Survei dilakukan dua kali pada 2024 saat Presiden Prabowo mengumumkan efisiensi, yang pertama itu hanya sekitar 44 persen responden yang melaporkan kondisinya lebih buruk dan jauh lebih buruk,” ujar Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto dalam konferensi pers, Senin (14/4).
Meskipun demikian, pada Januari 2025, jumlah pelaku usaha yang melaporkan kinerja memburuk melonjak menjadi 83 persen. Dari 717 responden, sebanyak 20 persen bahkan melaporkan penurunan pendapatan hingga 50 persen sejak kebijakan efisiensi diberlakukan.
“Pada awal 2025 menjadi titik terendah [pasar hotel usai diteken kebijakan efisiensi]. Penyebabnya pasti karena aktivitas bisnis melambat, adanya ketergantungan hotel pada government market dan ada bulan puasa di Maret yang secara tradisional bisa menurunkan okupansi,” ujar Ferry.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengungkap melemahnya sinyal industri perhotelan. BPS mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) pada Januari–Februari 2025 mengalami penurunan.
TPK pada Januari melemah secara bulanan akibat efek peak season di Desember 2024 yang dipengaruhi libur sekolah, Natal, dan Tahun Baru (Nataru).
“Selain itu, penurunan di Januari juga disebabkan oleh efisiensi anggaran,” tulis BPS, Sabtu (12/4).
Meski Februari 2025 sempat diwarnai sejumlah agenda nasional dan internasional, dampak dari kebijakan penghematan pemerintah masih membayangi sektor perhotelan.