Swasta Kritik Program Government Drilling untuk Eksplorasi Panas Bumi

Jakarta, FORTUNE - Anggota The Indonesian Geothermal Association (INAGA) Remi Harimanda menilai program pengeboran eksplorasi oleh pemerintah (government drilling) kurang bermanfaat untuk menarik investor masuk ke proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Sebab, menurutnya, beberapa lokasi pengeboran justru sudah diketahui potensi sumber daya atau cadangan panas buminya. Ia mencontohkan dua proyek yang telah berjalan di dua wilayah kerja panas bumi (WKP) yakni di Cisolok, Sukabumi dan Nage, Flores.
"Kebetulan juga, dua lokasi yang dilakukan government drilling itu walaupun tidak dibuat kami sudah tertarik. Apalagi yang di Nagi di Flores. Di situ memang dari sisi resources karena itu berdekatan dengan WKP yang eksisting dan proven," ujarnya dalam diskusi virtual bersama wartawan, Jumat (8/7).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Teknik Ormat Geothermal Indonesia itu juga menilai, keengganan pengembang swasta membangun PLTP saat ini sebenarnya lebih disebabkan oleh tarif listrik yang murah sehingga tidak ekonomis. Di Sukabumi, misalnya, tarif biaya pokok penyediaan (BPP) listriknya hanya 7sen per kWh.
"Yang di Sukabumi pun sama. Riset dari hasil studi tanpa lihat adanya sumur bor yang dilakukan government kami tertarik. Sayangnya tarif BPPnya rendah. Karena masih 7 cent per kWh artinya tidak ekonomis dikembangkan PLTP walaupun resources-nya bagus," jelasnya.
Lantaran itu, menurut Remi, pengeboran yang dilakukan pemerintah menjadi mubazir. "Harusnya kalau melakukan government drilling di titik yang buat pengembang atau di titik di mana memang dari kacamata pengembang datanya belum cukup. Tapi kalau data cukup kan bisa diserahkan ke pengembang. Artinya di situ yang benar-benar butuh kehadiran pemerintah," imbuhnya.