Jakarta, FORTUNE – Kasus perusahaan properti raksasa asal Tiongkok, Evergrande, yang masih berkepanjangan menunjukkan bahwa sektor properti merupakan bagian penting dari perekonomian Negeri Tirai Bambu.
Peneliti Kenneth S. Rogoff dan Yuanchen Yang pada 2020 menulis sebuah makalah yang memperkirakan industri real estat dan konstruksi berkontribusi sekitar 29% pada perekonomian Tiongkok. Jumlah ini jauh lebih banyak dari negara lain, sehingga tidak heran jika pemerintah Tiongkok menaruh perhatian besar pada kasus Evergrande.
Menanggapi hal ini, pengamat ekonomi internasional dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menganggap kasus Evergrande berkaitan dengan ambisi pemerintah Tiongkok mendorong infrastruktur secara besar-besaran dan salah satu turunannya memang sektor properti. Perhatian atas pembangunan itu ditujukan untuk memungkinkan berdirinya kota-kota masa depan di sana.
“Sebenarnya bukan sektor properti saja, mereka (Tiongkok) itu sudah kemana-mana, properti, infrastruktur, energi, dan seterusnya. Jadi, ini adalah bagian dari megastrategi Tiongkok untuk menjadi negara maju. Dan kalau konteksnya negara maju, berarti harus punya semacam fondasi yang cukup solid. Maka dari itu, mereka membangun dimana-mana,” ujar Fithra kepada Fortune Indonesia (21/10).
Fithra menyampaikan, investasi Tiongkok memang sangat besar di berbagai sektor, mulai dari ekonomi digital, sektor finansial, infrastruktur, energi terbarukan, dan lainnya. Sejak memasuki abad baru, Tiongkok memang sangat agresif dalam mengembangkan perekonomiannya.
“Bahkan, 10 tahun setelah tahun 2000, jumlah output produksi Tiongkok, sudah hampir memenuhi seperti output produksi dunia. Ini karena Tiongkok menjadi semacam global hub untuk produksi dan perdagangan internasional,” kata Fithra yang juga menjabat sebagai Direktur eksekutif Lembaga Next Policy ini.