Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi transisi energi. (Unsplash.com)
Ilustrasi transisi energi. (Unsplash.com)

Intinya sih...

  • Aliansi Energi Global membantu penyaluran investasi US$1,7 miliar di Asia Tenggara untuk transisi energi bersih dengan 37 proyek yang siap diluncurkan.

  • Model kemitraan publik-swasta-filantropi dari Aliansi Energi Global membangun koalisi yang dipimpin negara dan mendukung 137 proyek di lebih dari 30 negara.

  • Alliance bermitra dengan Asian Development Bank untuk meluncurkan platform Enhancing Access to BESS for Low-carbon Economies (ENABLE) guna akselerasi transisi energi bersih di Asia Tenggara.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE- Aliansi Energi Global (Global Energy Alliance) membantu membuka penyaluran pembiayaan dan investasi senilai US$1,7 miliar di Asia Tenggara untuk transisi energi bersih. Investasi ini menghasilkan 37 proyek yang sudah dilaksanakan dan siap untuk diluncurkan. Proyek-proyek ini ditargetkan dapat meningkatkan akses bagi jutaan oranfm meningkatkan pekerjaan dan mata pencaharian hingga menekan emisi karbon.

Di tengah tantangan ekonomi dan politik global yang mengancam pencapaian cita-cita iklim dan pembangunan, Global Energy Alliance for People and Planet membagikan laporan mengenai bagaimana kolaborasi mendalam antara pemerintah, filantropi, dan sektor swasta berlangsung: mentransformasi sistem energi, menciptakan jutaan pekerjaan, dan mengatasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.

Sebagaimana laporan dampak program 2025 yang baru dirilis, model kemitraan publik-swasta-filantropi dari Aliansi Energi Global membangun koalisi yang dipimpin negara dan memanfaatkan pembiayaan katalitik serta keahlian teknis untuk memajukan masa depan energi berkelanjutan.

Sejak dibentuk di COP26 pada 2021, Aliansi Energi Global telah memberikan pendanaan katalitik sebesar US$503 juta, serta membantu membuka total investasi sebesar US$7,8 miliar, serta mendukung 137 proyek di lebih dari 30 negara.

Model kemitraan tersebut tengah dalam proses untuk mencapai target peningkatan akses energi bagi 91 juta orang, endukung atau menciptakan 3,1 juta pekerjaan dan penghidupan dan encegah 296 juta ton emisi karbon.

Woochong Um, CEO Global Energy Alliance mengatakan temuan dalam laporan ini membuktikan jika nilai kemitraan dengan publik, swasta, dan filantropi menunjukkan bahwa transisi energi yang adil adalah mesin yang kuat untuk menciptakan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

“Laporan ini menunjukkan bahwa ketika pemerintah, investor, inovator, dan komunitas bersatu, kita dapat mendorong perubahan sistemik, menciptakan solusi yang bekerja secara lokal dan dapat berkembang secara global,” katanya.

Berdaasarkan studi kasus dari India, Afrika, Amerika Latin & Karibia, serta Asia Tenggara menunjukkan bagaimana modal katalitik, keahlian teknis, dan koalisi yang dipimpin negara dapat mengatasi berbagai hambatan, sepertimini-grid tenaga surya di Nigeria dan mesh-grid di Haiti kini menyediakan listrik untuk komunitas yang paling sulit dijangkau. Kemudian, proyek penyimpanan energi baterai pertama di India menyediakan listrik andal untuk pelanggan berpenghasilan rendah, pelatihan dan penguatan kapasitas kelembagaan mempercepat transisi energi yang adil di Afrika Selatan, dan proyek tenaga surya terapung di Indonesia menjadi contoh bagaimana sistem desentralisasi yang memiliki ketahanan iklim dapat memperluas akses energi di wilayah rentan.

Laporan dampak juga menyoroti pelajaran penting, seperti menggabungkan pembiayaan dengan keahlian teknis yang sangat penting untuk membangun portofolio proyek yang kuat dan mempercepat adopsi. Berbagai solusi berjalan dengan baik ketika dipimpin oleh negara, mengutamakan masyarakat, dan selaras dengan prioritas nasional.

Kolaborasi jangka panjang sangat penting untuk menghadirkan perubahan sistemik. Jadwal kerja yang dapat disesuaikan, anggaran risiko, dan kemitraan lokal yang kuat mendorong hasil nyata. Pembiayaan harus dikaitkan dengan hasil terukur, dan sistem data harus ditanamkan untuk melacak kemajuan, memungkinkan adaptasi, serta menghasilkan bukti yang dibutuhkan untuk memengaruhi sektor yang lebih luas.

Salah satu wilayah utama yang menjadi fokus Energy Alliance bahkan sejak berdiri adalah Asia Tenggara. Dengan meningkatnya elektrifikasi di kawasan ini, memicu tantangan utama dalam transisi energi bersih, yaitu ketergantungan pada sumber energi tradisional, keterbatasan modernisasi jaringan, serta hambatan dalam pembiayaan iklim.

Aliansi telah membantu membuka pembiayaan senilai US$1,7 miliar, menghasilkan 37 proyek yang sudah dilaksanakan dan siap untuk diluncurkan. Proyek-proyek ini ditargetkan untuk meningkatkan akses bagi 4 juta orang, meningkatkan pekerjaan dan mata pencaharian bagi 77.000 orang tambahan, serta mengurangi emisi karbon sekitar 18 juta ton.

Hambatan pembiayaan solusi iklim

Untuk mengatasi hambatan pembiayaan solusi iklim di Asia Tenggara, Alliance telah mendukung platform seperti Financing Asia’s Transition Partnership (FAST-P). FAST-P merupakaninisiatif pembiayaan campuran yang mempertemukan mitra publik, swasta, dan filantropi internasional untuk mendukung dekarbonisasi dan ketahanan iklim di Asia.

Alliance juga bermitra dengan Asian Development Bank untuk meluncurkan platform Enhancing Access to BESS for Low-carbon Economies (ENABLE), yang akan mengoperasionalkan Konsorsium BESS, memobilisasi pendanaan dan bantuan teknis untuk proyek penyimpanan tahap awal, serta mempercepat pertukaran praktik terbaik di kawasan.

“Transisi energi bersih di Asia Tenggara tidak bisa dicapai secara terpisah; ini membutuhkan aksi kolaboratif yang terkoordinasi lintas pemerintah, bank pembangunan, sektor swasta, dan komunitas. Di Alliance, kami berkomitmen untuk membangun kemitraan ini guna membuka pembiayaan iklim, memodernisasi jaringan, dan mempercepat penerapan solusi energi terbarukan,” ujar Kitty Bu, Wakil Presiden Asia Tenggara, Global Energy Alliance.

Akselerasi transisi energi bersih

Di Indonesia, Aliansi sedang mendorong serangkaian proof points yang menunjukkan bagaimana integrasi energi terbarukan dapat memperkuat ketahanan energi dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Beberapa inisiatif tersebut meliputi: sistem penyimpanan energi baterai (BESS) pertama yang terhubung dengan jaringan, dipasangkan dengan pembangkit listrik tenaga angin 72,6MW untuk meningkatkan keandalan listrik bagi 4,3 juta orang.

Dukungan untuk Program De-Dieselisasi PLN, yang menargetkan konversi lebih dari 5.000 pembangkit diesel menjadi energi terbarukan.

Melalui inisiatif REAL, Aliansi juga menguji coba solusi energi terbarukan berbasis komunitas di daerah terpencil seperti Maluku, menghubungkan akses energi bersih dengan pemanfaatan produktif seperti penyimpanan dingin untuk perikanan.

Alliance memainkan peran penting dalam Transisi Energi Berkeadilan (JET) Indonesia. Alliance juga mendukung JET Secretariat dan Kantor Transisi di Indonesia dengan keahlian pembiayaan, koordinasi donor, dan perencanaan investasi, mendukung Institute of Essential Services Reform (IESR) dalam merancang peta jalan percepatan pensiun batubara (yang digunakan sebagai dasar regulasi dan persiapan penghentian lebih dari 600MW kapasitas batubara), memungkinkan pembiayaan campuran untuk pilot tahap awal, termasuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Tembesi 46MW, dan bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur dalam perencanaan transisi batubara di bawah Mekanisme Transisi Energi (ETM) Indonesia, membantu merancang jalur transisi yang adil dan inklusif.

Lucky Nurrahmat, Country Head Indonesia, Global Energy Alliance, emngatakan Indonesia menunjukkan bagaaimana solusi energi bersih dapat bekerja dalam skala besar ketika kemitraan kuat dan masyarakat menjadi pusat. Dari penyimpanan baterai dan integrasi tenaga angin hingga konversi diesel ke energi terbarukan dan elektrifikasi daerah terpencil, inisiatif ini menjadi bukti bahwa transisi dapat berjalan secara teknis dan inklusif secara sosial. I”ni adalah pijakan untuk memobilisasi investasi yang lebih besar dan mempercepat peralihan kita menuju sistem energi yang lebih tangguh,” kata Lucky.

Fokus berikutnya adalah meningkatkan keterlibatan sektor swasta seiring percepatan transisi energi serta meningkatnya kebutuhan finansial dan teknologi. Melihat potensi aliansi ASEAN Power Grid, yang dipimpin oleh Sekretariat ASEAN dengan dukungan Asian Development Bank dan World Bank Group, Aliansi memberikan dukungan katalitik kepada pemerintah Asia Tenggara untuk transisi energi. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi tambahan 100 juta ton emisi CO2 dan menambah lebih dari 13 GW kapasitas energi terbarukan baru.

Editorial Team

EditorEkarina .