Jakarta, FORTUNE- Aliansi Energi Global (Global Energy Alliance) membantu membuka penyaluran pembiayaan dan investasi senilai US$1,7 miliar di Asia Tenggara untuk transisi energi bersih. Investasi ini menghasilkan 37 proyek yang sudah dilaksanakan dan siap untuk diluncurkan. Proyek-proyek ini ditargetkan dapat meningkatkan akses bagi jutaan oranfm meningkatkan pekerjaan dan mata pencaharian hingga menekan emisi karbon.
Di tengah tantangan ekonomi dan politik global yang mengancam pencapaian cita-cita iklim dan pembangunan, Global Energy Alliance for People and Planet membagikan laporan mengenai bagaimana kolaborasi mendalam antara pemerintah, filantropi, dan sektor swasta berlangsung: mentransformasi sistem energi, menciptakan jutaan pekerjaan, dan mengatasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.
Sebagaimana laporan dampak program 2025 yang baru dirilis, model kemitraan publik-swasta-filantropi dari Aliansi Energi Global membangun koalisi yang dipimpin negara dan memanfaatkan pembiayaan katalitik serta keahlian teknis untuk memajukan masa depan energi berkelanjutan.
Sejak dibentuk di COP26 pada 2021, Aliansi Energi Global telah memberikan pendanaan katalitik sebesar US$503 juta, serta membantu membuka total investasi sebesar US$7,8 miliar, serta mendukung 137 proyek di lebih dari 30 negara.
Model kemitraan tersebut tengah dalam proses untuk mencapai target peningkatan akses energi bagi 91 juta orang, endukung atau menciptakan 3,1 juta pekerjaan dan penghidupan dan encegah 296 juta ton emisi karbon.
Woochong Um, CEO Global Energy Alliance mengatakan temuan dalam laporan ini membuktikan jika nilai kemitraan dengan publik, swasta, dan filantropi menunjukkan bahwa transisi energi yang adil adalah mesin yang kuat untuk menciptakan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
“Laporan ini menunjukkan bahwa ketika pemerintah, investor, inovator, dan komunitas bersatu, kita dapat mendorong perubahan sistemik, menciptakan solusi yang bekerja secara lokal dan dapat berkembang secara global,” katanya.
Berdaasarkan studi kasus dari India, Afrika, Amerika Latin & Karibia, serta Asia Tenggara menunjukkan bagaimana modal katalitik, keahlian teknis, dan koalisi yang dipimpin negara dapat mengatasi berbagai hambatan, sepertimini-grid tenaga surya di Nigeria dan mesh-grid di Haiti kini menyediakan listrik untuk komunitas yang paling sulit dijangkau. Kemudian, proyek penyimpanan energi baterai pertama di India menyediakan listrik andal untuk pelanggan berpenghasilan rendah, pelatihan dan penguatan kapasitas kelembagaan mempercepat transisi energi yang adil di Afrika Selatan, dan proyek tenaga surya terapung di Indonesia menjadi contoh bagaimana sistem desentralisasi yang memiliki ketahanan iklim dapat memperluas akses energi di wilayah rentan.
Laporan dampak juga menyoroti pelajaran penting, seperti menggabungkan pembiayaan dengan keahlian teknis yang sangat penting untuk membangun portofolio proyek yang kuat dan mempercepat adopsi. Berbagai solusi berjalan dengan baik ketika dipimpin oleh negara, mengutamakan masyarakat, dan selaras dengan prioritas nasional.
Kolaborasi jangka panjang sangat penting untuk menghadirkan perubahan sistemik. Jadwal kerja yang dapat disesuaikan, anggaran risiko, dan kemitraan lokal yang kuat mendorong hasil nyata. Pembiayaan harus dikaitkan dengan hasil terukur, dan sistem data harus ditanamkan untuk melacak kemajuan, memungkinkan adaptasi, serta menghasilkan bukti yang dibutuhkan untuk memengaruhi sektor yang lebih luas.
Salah satu wilayah utama yang menjadi fokus Energy Alliance bahkan sejak berdiri adalah Asia Tenggara. Dengan meningkatnya elektrifikasi di kawasan ini, memicu tantangan utama dalam transisi energi bersih, yaitu ketergantungan pada sumber energi tradisional, keterbatasan modernisasi jaringan, serta hambatan dalam pembiayaan iklim.
Aliansi telah membantu membuka pembiayaan senilai US$1,7 miliar, menghasilkan 37 proyek yang sudah dilaksanakan dan siap untuk diluncurkan. Proyek-proyek ini ditargetkan untuk meningkatkan akses bagi 4 juta orang, meningkatkan pekerjaan dan mata pencaharian bagi 77.000 orang tambahan, serta mengurangi emisi karbon sekitar 18 juta ton.