Jakarta, FORTUNE - Junaid Murtaza akan meninggalkan posisinya sebagai President Director L'Oréal Indonesia dan mengambil peran yang lebih luas di L’Oréal SAPMENA (South Asia Pacific, Middle East, and North Africa).
Baginya, kecantikan bukan sebatas bisnis, bukan pula semata estetika yang tampak. Lalu, bagaimana ia memaknainya? Bagaimana pula ia memandang tren kecantikan di dunia yang terus berubah, dan apa yang akan dibawanya dari Indonesia saat menjalankan peran barunya? Kepada Fortune Indonesia, Junaid Murtaza menjawab semuanya.
L’Oréal kerap merujuk pada “The Essentiality of Beauty”. Menurut Anda, bagaimana kecantikan membentuk kehidupan sehari-hari manusia, baik secara sadar maupun tidak sadar?
Ketika kita mendengar kata “kecantikan”, pikiran kita sering langsung tertuju pada skincare yang kita gunakan, riasan tertentu, atau kecantikan yang terlihat. Itu memang benar, tetapi “kecantikan” juga melampaui apa yang tampak. “Kecantikan” juga mencakup praktik penyucian diri lewat wudhu sebelum berdoa, rasa percaya diri yang diberikan oleh make-up pada hari pernikahan, tabir surya yang kita kenakan untuk melindungi kulit dari kerusakan sinar matahari, proses penyembuhan kulit selama masa pemulihan, hingga keluarga dan komunitas yang kehidupannya ditopang oleh para kreator kecantikan, pembawa acara livestream, maupun kurir.
Kecantikan adalah bagian esensial dalam perawatan diri, budaya, perekonomian, serta kesehatan fisik dan mental kita. The essentiality of beauty adalah ekosistem terpadu dari pikiran, tubuh, dan komunitas, yang melampaui sekadar produk yang kita konsumsi.
Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya. Bagaimana tradisi lokal dan ritual kecantikan memengaruhi cara konsumen berinteraksi dengan produk kecantikan modern?
Tidak banyak yang menyadari bahwa kecantikan telah tumbuh bersama masyarakat selama berabad-abad! Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, kecantikan selalu menjadi bagian dari tradisi dan ritual sejak zaman dahulu kala—mulai dari Eropa, Mesir kuno, Tiongkok, peradaban Maya, hingga Lembah Indus.
Di Indonesia, kecantikan hadir dalam kebiasaan menggunakan lidah buaya untuk perawatan rambut, lemon dan madu untuk mencerahkan kulit, atau praktik lulur dan mandi kembang sebagai bagian dari ritual pernikahan… daftarnya bisa panjang sekali.
Menurut saya, adalah hal yang alami jika orang ingin tampil sebaik mungkin di hari pernikahannya—mulai dari memilih maskara tahan air yang tidak luntur saat prosesi siraman, hingga menggunakan make-up yang bisa bertahan lama saat bersilaturahmi dari rumah ke rumah saat Idulfitri.
Dari skincare, haircare, hingga makeup—apa tren kecantikan paling signifikan yang Anda lihat di Indonesia saat ini?
Kami mengamati adanya evolusi besar dalam skincare di Indonesia. Secara historis, fokus konsumen sering condong pada standar kecantikan Euro-sentris, khususnya keinginan memiliki kulit cerah. Namun belakangan ini, ada pergeseran nyata ke arah penerimaan estetika kecantikan Asia.
Selama dekade terakhir misalnya, kecantikan Korea Selatan menjadi sangat populer. Ini bukan hanya soal produk, tetapi juga filosofi kecantikannya yang menekankan pada kesehatan kulit, tercermin dalam konsep seperti glowing skin dan glass skin.
Bahkan, sangat menarik bahwa “make-up Korea” dan “make-up Douyin” secara konsisten menjadi dua tampilan riasan paling banyak dicari, serta menempati posisi ketiga dan keempat dalam diskusi tentang gaya make-up di media sosial Indonesia selama beberapa tahun terakhir.