Jakarta, FORTUNE – Cadangan devisa dapat dianggap sebagai aset kekayaan penting sebuah negara untuk menunjang aktvitas perekonomiannya. Nilai cadangan devisa turut menjadi petunjuk akan kekuatan ekonomi suatu negara.
Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan cadangan devisa merupakan aset negara yang mencakup, di antaranya, valuta asing, emas, dan hak penarikan khusus (special drawing rights/SDR).
Valuta asing merupakan jenis aset yang umumnya berkontribusi besar terhadap cadangan devisa suatu negara. Sebagian besar negara biasanya menggenggam mata uang asing seperti dolar Amerika Serikat (AS), diikuti oleh Euro, dan Yen Jepang.
Negara melalui otoritas moneter menggunakan cadangan devisa untuk membiayai berbagai keperluan, seperti membiayai neraca pembayaran serta mempengaruhi nilai tukar di pasar pertukaran.
Dalam arti lebih sederhana, cadangan devisa adalah aset yang disimpan pada cadangan oleh bank sentral dalam bentuk mata uang asing, demikian Kompas Money. Di Indonesia, cadangan devisa disimpan oleh Bank Indonesia (BI).
Jadi, cadangan devisa adalah seluruh aktiva alias aset luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu.
Melansir Investopedia, cadangan devisa ini penting bagi kesejahteraan ekonomi suatu negara. Pasalnya, tanpa cadangan devisa yang memadai, suatu negara mungkin tidak dapat membayar impor barang publik seperti minyak mentah, atau membayar utang luar negerinya. Cadangan devisa yang minim juga dapat membatasi respons bank sentral yang tersedia jika terjadi krisis ekonomi.
Pada level global, setidaknya ada 10 negara dengan jumlah cadangan devisa terbesar per semester pertama tahun ini. Berikut daftarnya.
- Cina : US$3,48 triliun
- Jepang : US$1,38 triliun
- Swiss : US$1,03 triliun
- Russia : US$630 miliar
- India : US$599 miliar
- Taiwan : US$548 miliar
- Hong Kong : US$504 miliar
- Arab Saudi : US$451 miliar
- Korea Selatan : US$449 miliar
- Singapura : US$365 miliar
Mengapa Cina memiliki cadangan devisa terbesar? Sebab, negara tersebut merupakan pengekspor pelbagai barang (net exporter). Apalagi, perdagangan luar negeri dilakukan dalam dolar AS.
Dalam praktiknya, perusahaan Cina menerima pembayaran dalam dolar AS, namun mereka harus mengubahnya menjadi mata uang lokal melalui sistem perbankan. Bank lantas menukarkannya dengan bank sentral. Kemudian, bank sentral menggunakan dolar AS ini untuk membeli sekuritas pemerintah AS, salah satu aset yang dianggap paling aman.