Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon, Ivan Jaya/Dok. Bank Danamon

Jakarta, FORTUNE - Fenomena "makan tabungan" tengah menjadi sorotan di industri keuangan Tanah Air. Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon, Ivan Jaya, mengatakan hal itu mayoritas terjadi pada masyarakat kelas menegah dan kelas bawah.

"Ada beberapa faktor yang membuat fenomena makan tabungan, seperti kenaikan suku bunga, kenaikan harga pangan, PHK akibat Covid dan Post-Covid. Dari beberapa faktor ini, bisa dibilang bahwa kenaikan inflasi juga tidak diimbangi oleh kenaikan upah," ujarnya dalam Journalist Class bertajuk ‘Wujudkan Kemerdekaan Finansial dengan Menabung’ di Menara Bank Danamon, Jakarta, Rabu (14/8).

Berdasarkan data Distribusi Simpanan Bank Umum dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tahun 2024, sekitar 99 persen rekening di Indonesia, atau 563 juta akun, memiliki saldo di bawah Rp100 juta. Pada mayoritas rekening ini, terdapat tren penurunan rata-rata saldo tabungan dalam beberapa tahun terakhir, dari rata-rata tabungan sebesar Rp3 juta sebelum pandemi di tahun 2019 menjadi hanya Rp1,8 juta per April 2024.

Berdasarkan perbandingan Survei BI tahun 2019 dan 2024, proporsi pengeluaran terhadap pendapatan mengalami peningkatan dari 68 persen menjadi 74 persen, proporsi simpanan terhadap pendapatan mengalami penurunan dari 20 persen menjadi 17 persen, dan proporsi pembayaran cicilan terhadap pendapatan mengalami penurunan dari 12 persen menjadi 9 persen.

"Berkaca pada tren tersebut, masyarakat Indonesia kerap kali dihadapkan dengan fenomena makan tabungan, yaitu penggunaan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari," katanya, menambahkan.

Meskipun fenomena ini mungkin tak dapat dihindari, Ivan mengatakan masyarakat bisa memperkuat strategi pengelolaan keuangan agar tetap tertata dan masih bisa menabung.

3 strategi pengelolaan keuangan

Editorial Team

Tonton lebih seru di