Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) pekan lalu memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.
Selain itu, suku bunga Deposit Facility ikut naik sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, keputusan suku bunga ini demi merespons tren inflasi di dalam negeri yang meningkat. “Ini sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi,” kata Perry dalam keterangan yang dikutip Jumat (28/10).
Lalu, bagaimana bisa kenaikan suku bunga itu meredam inflasi?
Bagi bank sentral, suku bunga merupakan instrumen kebijakan moneter untuk mengendalikan perekonomian. Suku bunga dapat dianggap sebagai pedal gas atau rem untuk mengatur jalannya aktivitas perekonomian.
Jika perekonomian bergerak terlalu cepat—dengan kenaikan harga barang—bank sentral akan mengeremnya via kebijakan menaikkan suku bunga. Sebaliknya, jika perekonomian bergerak lamban, bank sentral akan mendorong dengan menurunkan suku bunga.
Menurut Bank Indonesia, inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada September 2022 mencapai 5,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dan lebih tinggi ketimbang 4,69 persen inflasi pada bulan sebelumnya. Ini di atas target BI yang sebesar 3 persen plus minus 1 persen.
Penyesuaian harga bahan bakar (BBM) ditengarai menjadi penyebab kenaikan inflasi.