Target Penerimaan Pajak Rp1.510 triliun pada 2022 Dianggap Menantang

Penerimaan pajak belum kembali ke era sebelum krisis pandemi

Target Penerimaan Pajak Rp1.510 triliun pada 2022 Dianggap Menantang
Shutterstock/Haryanta.p
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI telah menyepakati target penerimaan perpajakan pada tahun depan. Angkanya belum kembali pada posisi penerimaan pajak era sebelum krisis pandemi Covid-19 – meskipun pertumbuhan ekonomi diperkirakan kembali normal pada tahun depan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pemerintah menargetkan total penerimaan perpajakan pada 2022 mencapai Rp1.510 triliun. Angka ini tumbuh 9,8 persen dari outlook penerimaan perpajakan tahun ini mencapai Rp1.375,8 triliun.

Pada tahun ini, pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan akan tumbuh 7,1 persen dari realisasi penerimaan perpajakan 2020 sebesar Rp1.285,1 triliun. Adapun pada tahun lalu, seiring krisis pandemi Covid-19, pendapatan negara dari pajak menurun 16,9 persen secara tahunan.

Secara nominal, target penerimaan pajak pada 2022 itu lebih rendah dibanding posisi sebelum era krisis pandemi. Kemenkeu menyebutkan, pada 2019, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.546,1 triliun.

Ditopang Cukai, PPH, dan PPnBM

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

Sebagai catatan, pos penerimaan perpajakan ini terdiri dari dua sumber: pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan perdagangan internasional. Pada pendapatan pajak dalam negeri terdapat sejumlah pos penerimaan, antara lain: pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN dan PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya.

Sedangkan pada pos penerimaan perdagangan internasional hanya ada dua pos penerimaan: pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

Menurut data Kemenkeu, pada tahun depan, penerimaan perpajakan masih akan didukung oleh kenaikan PPnBM yang tumbuh 10,5 persen menjadi Rp554,3 triliun. Kemudian, pendapatan PPh juga dipatok tumbuh 10,7 persen menjadi Rp680,9 triliun.

Pemerintah juga mematok kenaikan pendapatan cukai bahkan sebesar 11,9 persen menjadi Rp203,9 triliun. Pertumbuhan pendapatan cukai ini menjadi yang tertinggi dibanding pos penerimaan lainnya.

Target tinggi pemerintah terhadap kenaikan cukai ini boleh jadi akibat kinerja pos penerimaan tersebut yang relatif stabil – bahkan di era krisis pandemi Covid-19 sekalipun. Data Kemenkeu menunjukkan, pada 2020 lalu, misalnya, penerimaan cukai masih tumbuh 2,3 persen di saat total penerimaan perpajakan terkontraksi.

Menurut data yang sama, rata-rata pada 2017-2020, penerimaan cukai tumbuh 4,8 persen. Tahun ini, pemerintah juga menargetkan penerimaan cukai sebesar 3,3 persen.

Kinerja penerimaan cukai ini juga terlihat berbeda dengan penerimaan PPh dan PPnBM dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun pertama pandemi atau 2020 lalu, dua pos penerimaan tersebut terkontraksi masing-masing 23,1 persen dan 15,3 persen.

Khusus untuk PPnBM, pada 2019 lalu, penerimaannya bahkan terkontraksi 1,1 persen. Padahal, pada tahun tersebut belum terjadi krisis pandemi Covid-19. Konsumsi masyarakat juga masih baik seiring kinerja ekonomi yang positif.

Secara rata-rata pada 2017-2020, kinerja penerimaan PPh justru minus mencapai 1,4 persen. Sedangkan, di kurun waktu yang sama, penerimaan PPnBM juga terkontraksi 1,5 persen.

Cukup menantang

ANTARA FOTO/Feny Selly

Menurut Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, target penerimaan pajak sedemikan pada 2022 ini cukup menantang. Apalagi jika hal ini merujuk pada perkiraan pertumbuhan ekonomi yang kembali normal sebelum era krisis pandemi.

Pemerintah menargetkan ekonomi bisa kembali tumbuh pada 2022 mencapai 5,2 sampai 5,5 persen. Angka ini lebih tinggi dari kinerja produk domestik bruto (PDB) pada 2019 yang tumbuh 5,02 persen.

Namun demikian, menurut Bawono, target tersebut bukan hal yang mustahil jika berbagai agenda strategis pemerintah yang mencakup sisi administrasi dan kebijakan bisa dilaksanakan. Sejumlah agenda itu antara lain tertuang dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, upaya digitalisasi, dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Tantangannya tentu terletak dalam pengendalian pandemi. Karena jika dilihat dari polanya, penerimaan pajak terkontraksi jika terdapat PPKM secara ketat dan penambahan kasus Covid-19. Jadi itu faktor yang juga perlu dicermati,” kata Bawono kepada Fortune Indonesia, Senin (5/10).

Bawono menambahkan, perihal target kenaikan penerimaan PPN, disinyalir sejalan dengan pola pemulihan konsumsi masyarakat. Menurutnya, jika melihat kondisi krisis sebelumnya, umumnya penerimaan PPN relatif lebih cepat pulih seiring dengan perbaikan ekonomi.

Sementara untuk target penerimaan cukai, lanjutnya, pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi objek cukai agar bisa tercapai. Sedangkan untuk PPh, menurut dia, kenaikanya utamanya akan disumbang oleh adanya kenaikan tarif PPh bagi kelompok kaya seiring juga dengan membaiknya ekonomi nasional.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Cara Cek Sertifikat Tanah secara Online, Tak Usah Pergi ke BPN
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Daftar Emiten Buyback Saham per Mei 2024, Big Caps!
Pabrik BATA Purwakarta Tutup, Asosiasi: Pasar Domestik Menantang