Mengutip laman pbtaxand.com, perhitungan PPh Final cukup mudah dilakukan. Pada prinsipnya, wajib pajak hanya perlu mengalikan Dasar Pengenaan Pajak dengan tarif PPh Final yang berlaku.
Sebagai contoh, jika Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri menjalankan usaha UMKM dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak, dan memperoleh omset sebesar Rp200 juta pada Mei 2024, maka wajib pajak tersebut akan dikenakan PPh Final sebesar Rp1 juta untuk Masa Pajak Mei 2024.
Untuk penghasilan dari penyewaan tanah dan/atau bangunan, apabila Wajib Pajak Orang Pribadi menerima penghasilan sebesar Rp200 juta dari menyewakan properti kepada PT A, maka PT A akan memotong PPh Final sebesar Rp 20 juta atas penghasilan tersebut.
Pada umumnya, PPh Final akan dipotong oleh pihak yang menjadi lawan transaksi dan berstatus sebagai pemotong pajak. Namun, ada kondisi di mana PPh Final harus disetorkan sendiri oleh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, misalnya ketika pihak lawan transaksi tidak berperan sebagai pemotong pajak, seperti dalam transaksi sewa atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perlu diingat, penghasilan yang telah dikenakan PPh Final tidak digabungkan dengan penghasilan lain saat menghitung PPh terutang dalam SPT Tahunan. Penghasilan tersebut hanya perlu dilaporkan secara terpisah dalam SPT Tahunan.
Demikian pembahasan mengenai apa itu PPh Final, dengan memahaminya maka wajib pajak dapat lebih bijak dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka.