Banyak PHK di 2025, Klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan Membengkak 48%

Intinya sih...
Klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan meningkat 48% pada Januari-Maret 2025, dengan total nominal Rp161 miliar untuk lebih dari 35 ribu pekerja ter-PHK.
Presiden Prabowo memerintahkan kenaikan manfaat uang tunai program JKP menjadi 60% dari upah yang dilaporkan, diberikan paling lama 6 bulan.
BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana kelolaan secara profesional dan hati-hati, dengan total mencapai Rp801,32 triliun hingga Maret 2025.
Jakarta, FORTUNE - Belakangan fenomena PHK atau pemutusan hubungan kerja marak terjadi di Tanah Air. Hal ini kemudian memicu membenkaknya klaim manfaat di BPJS Ketenagakerjaan, terutama kalim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan sejak Januari sampai Maret 2025, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat JKP kepada lebih dari 35 ribu pekerja ter-PHK dengan total nominal mencapai Rp161 miliar.
"Nominal tersebut meningkat 48 persen dari periode yang sama pada tahun lalu," sebut Oni kepada Fortune Indonesia, Kamis (17/4).
Oni mengatakan bahwa 35 ribu peserta tersebut adalah peserta yang telah terdaftar pada program JKP dan telah memenuhi persyaratan saat mengalami PHK. Adapun, manfaat JKP yang didapat itu terdiri dari manfaat uang tunai, manfaat akses informasi pasar kerja yang diselenggarakan Kementerian ketenagakerjaan, serta manfaat pelatihan kerja yang diselenggarakan Kementerian ketenagakerjaan.
Oni juga mengungkapkan, atas arahan Presiden Prabowo, BPJS Ketenagakerjaan menaikkan manfaat uang tunai program JKP menjadi 60 persen dari upah yang dilaporkan, dan diberikan paling lama 6 bulan. Ini dilakukan untuk memperkuat komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi para pekerja yang menjadi korban PHK.
Selain klaim JKP, pada periode yang sama, BPJS Ketenagakerjaan juga membayar klaim JHT kepada 854 ribu penerima dengan total manfaat yang dibayarkan sebanyak Rp 13,1 triliun. Dari total kasus klaim JHT tersebut 3 penyebab klaim terbanyak terdiri dari 51,7 persen karena peserta mengundurkan diri, lalu 28,5 persen dikarenakan berakhirnya kontrak, dan 7,2 persen sisanya disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Untuk manfaat JHT yang diberikan yakni berupa uang tunai yang besarnya adalah akumulasi seluruh iuran yang telah dibayarkan ditambah dengan hasil pengembangannya," lanjut Oni.
Pengelolaan Dana Kelolaan
Meningkatnya klaim ini membuat BPJS Ketenagakerjaan lebih berhati-hati dalam mengelola dana kelolaan. Apalagi kondisi pasar saat ini juga penuh gejolak. Untuk invesatasi di saham, BPJS Ketenagakerjaan mengalokasikan dananya ke saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi (saham LQ), dengan fundamental yang baik, serta outlook return yang attractive.
Untuk itu, BPJS menerapkan strategi Liability Driven Investment, yakni penempatan aset dilakukan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang sesuai dengan profil peserta.
"Kami berkomitmen untuk mengelola dana pekerja secara profesional, hati-hati, dan sesuai aturan yang berlaku. Kami juga selalu menempatkan kepentingan peserta sebagai prioritas utama dengan memastikan ketersediaan dana, dan memberikan hasil pengembangan yang optimal," tegas dia.
Hingga 31 Maret 2025, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp801,32 triliun. Secara terperinci, program Jaminan Hari Tua (JHT) sebanyak Rp491,64 triliun, meningkat 6,62 persen secara tahunan. Kemudian program Jaminan Pensiun (JP) sebanyak Rp194,95 triliun, meningkat 17,78 persen secara tahunan.
Untuk dana kelolaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) masing-masing sebesar Rp68,59 triliun, naik 11,91 persen dan Rp1,89 triliun, tumbuh 4,26 persen.
Sedangkan, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) mencatat dana kelolaan sebanyak Rp15,35 triliun, tumbuh 23,80 persen secara tahunan.