Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Menara BNI Pejompongan Jakarta
Menara BNI Pejompongan/ Dokumen BNI

Jakarta, FORTUNE - Di tengah tekanan margin dan perlambatan sektor perbankan nasional, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berupaya menjaga ketahanan fundamentalnya. Berdasarkan laporan BRI Danareksa Sekuritas, kinerja BNI selama sembilan bulan pertama 2025 (9M/2025) masih sesuai dengan ekspektasi dan relatif lebih solid dibandingkan sebagian besar bank besar lainnya, khususnya di antara sesama bank BUMN.

Hingga akhir September 2025, BNI membukukan laba bersih Rp15,1 triliun, turun 7,3 persen secara tahunan (YoY), namun telah mencapai 74 persen dari target tahunan analis BRI Danareksa. Pada kuartal III/2025, laba bersih tumbuh 6,5 persen secara kuartalan (QoQ) menjadi Rp5,02 triliun, menandakan pemulihan kinerja setelah tekanan di paruh pertama tahun. Kenaikan ini terutama ditopang oleh pendapatan operasional lainnya yang naik 28 persen QoQ menjadi Rp6,65 triliun, berkat kontribusi kuat dari bisnis konsumer dan pembiayaan sindikasi korporasi.

Dalam laporan yang disusun oleh Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis, disebutkan bahwa strategi BNI untuk mendiversifikasi pendapatan mulai menghasilkan stabilitas yang lebih baik.

“Fokus BNI terhadap profitabilitas berkelanjutan menjadikan bank ini lebih defensif terhadap tekanan suku bunga dan persaingan sektor perbankan,” demikian ditulis dalam laporan tersebut.

Strategi Efisiensi

Secara operasional, pre-provision operating profit (PPOP) BNI memang sedikit menurun dari Rp25,3 triliun menjadi Rp24,6 triliun. Namun, rasio biaya terhadap pendapatan (cost-to-income ratio/CIR) tetap terjaga di 46,1 persen, lebih baik dibandingkan rata-rata bank besar lain yang masih di atas 48 persen. Rasio ini menandakan kemampuan bank menghasilkan laba dengan efisiensi biaya tinggi.

Efisiensi inilah yang menjadi keunggulan utama BNI di tengah tren kenaikan biaya dana (cost of fund) di industri perbankan. Kredit tumbuh 10,5 persen YoY menjadi Rp812 triliun, sesuai dengan target tahunan 8–10 persen. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) meningkat 21,4 persen YoY menjadi Rp934 triliun, sebagian besar didorong oleh penempatan dana pemerintah senilai Rp55 triliun.

Kombinasi pertumbuhan kredit dan simpanan tersebut menurunkan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) menjadi 86,9 persen, turun dari 95,3 persen pada periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut tetap berada di atas batas sehat yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu 78 persen.

Sementara itu, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) BNI turun ke 3,7 persen, atau melemah 42 basis poin (bps) secara tahunan, akibat tekanan pada imbal hasil pinjaman serta meningkatnya dana berbiaya tinggi. Cost of fund (CoF) juga naik tipis dari 2,7 persen menjadi 2,8 persen. Meski demikian, para analis memperkirakan NIM BNI akan stabil di kisaran 3,7 persen hingga akhir tahun, dengan potensi pemulihan pada 2026 seiring normalisasi suku bunga.

Kualitas aset tetap terkendali. Non-performing loan (NPL) stabil di 2 persen, dengan coverage ratio kuat sebesar 222,7 persen. Sementara itu, cost of credit (CoC) terjaga di 1 persen, sesuai dengan panduan manajemen.

Optimisme pemulihan 2026

BRI Danareksa mempertahankan pandangan positif terhadap saham BBNI, dengan proyeksi laba bersih tahun penuh mencapai Rp20,7 triliun dan peluang pemulihan margin yang lebih kuat pada 2026.

Dalam laporannya, BRI Danareksa menilai BNI memiliki keseimbangan terbaik antara pertumbuhan kredit, efisiensi biaya, dan ketahanan aset dibandingkan bank BUMN lain. Sebagai pembanding, Bank Mandiri dan BRI memiliki rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) di atas 90 persen dengan tekanan biaya dana yang lebih besar, menjadikan posisi likuiditas BNI lebih kokoh.

Dengan LDR 86,9 persen dan CoF menurun ke 2,8 persen, BNI memiliki ruang ekspansi kredit yang lebih luas tanpa menanggung risiko pendanaan yang ketat. Hal ini menjadi keunggulan kompetitif bagi BNI dalam menjaga profitabilitas dan kualitas aset di tengah persaingan ketat.

Likuiditas yang solid, efisiensi pendanaan yang terus membaik, serta strategi digital yang mendorong diversifikasi pendapatan membuat BNI dinilai siap memimpin pemulihan sektor perbankan nasional pada tahun depan.

Selain itu, fokus BNI terhadap profitabilitas berkelanjutan dan pertumbuhan kredit di segmen menengah serta UMKM non-KUR mencerminkan arah ekspansi yang lebih seimbang dibandingkan bank besar lainnya. Kombinasi tersebut memperkuat posisi BNI sebagai bank yang paling siap menghadapi siklus pemulihan ekonomi dan potensi penurunan suku bunga pada 2026.

Topics

Editorial Team