BRI mengusulkan empat solusi untuk memurahkan bunga kredit ultra mikro.
Pertama, produk ultra mikro dan supermikro harus diintegrasikan. Direktur Utama BRI, Sunarso, mengatakan pihaknya akan mengkoordinasikan hal tersebut kepada pemerintah agar keduanya disatukan menjadi KUR UMi saja yang penyalurnya adalah Holding Ultra Mikro.
Sunarso mengatakan PNM dan Pegadaian masih punya sumber dana giro dari Pusat Investasi Pemerintah dengan bunga 4 persen sehingga biaya yang harus dikeluarkan ditambah dengan biaya overhead dan lain-lain cukup tinggi. Pada saat sama, kredit ultra mikro ini harus berhadapan dengan program baru dari pemerintah yang dinamakan Super Mikro yang bunganya disubsidi pemerintah sehingga nasabah hanya membayar 3 persen.
Kedua, menurunkan Batas Minimum Pemberian Kredit (BPMK) kepada pihak yang terafiliasi hanya 10 persen. Sunarso bilang, penurunan biaya dana dapat dilakukan dengan memberikan pinjaman dari BRI ke anak usaha. Namun, dengan adanya BMPK, BRI hanya bisa memberikan kredit ke seluruh anak usaha mencapai Rp24 triliun.
Untuk itu, BRI telah mengajukan pelonggaran BMPK kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tujuan pemberdayaan ultra mikro.
Ketiga, BRI akan mengusahakan mencari sumber pendanaan ke luar negeri jika dua langkah di atas belum dapat mempermurah bunga. Pendanaan akan dikemas dengan surat utang berbasis environmental, social and governance (ESG) atau ESG Bond. Pendanaan seperti ini akan lebih murah karena Holding Ultra Mikro memiliki banyak unsur pemberdayaan.
Keempat, BRI mengusulkan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang ditujukan untuk tujuan produktif dialihkan ke PNM atau ke Holding Ultra Mikro.