Hasil Presidensi G20 Jalur Keuangan, Jawab Isu Pangan Hingga Kripto

Jakarta, FORTUNE - Presidensi G20 Indonesia jalur keuangan senantiasa mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan merespons lima isu strategis global.
Sebagaimana diketahui, terdapat lima isu strategis global yang dihadapi oleh otoritas pengambil kebijakan di dunia saat ini. Pertama, bagaimana mengatasi isu kesehatan akibat pandemi covid dan ketahanan pangan yang disebabkan gangguan pasokan. Kedua, bagaimana mengintegrasikan berbagai kebijakan makroekonomi menjadi bauran kebijakan yang efektif. Isu ketiga ialah bagaimana menerapkan bauran kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat pemulihan ekonomi.
Keempat, bagaimana Central Bank Digital Currency (CBDC) dapat dirancang sehingga dapat memfasilitasi konektivitas pembayaran lintas negara namun tetap menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan. Lebih lanjut, CBDC diharap dapat meramu mitigasi dampak negatif dari asset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan melalui kerangka pengaturan dan pengawasan yang efektif. Serta isu kelima ialah bagaimana sinergi antara upaya transisi, termasuk dukungan keuangan berkelanjutan menuju net zero carbon emissions.
Demikian sejumlah hal yang mengemuka dalam Gala Seminar “Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery", sebagai side event yang yang menutup seluruh rangkaian side event G20 Finance Track: Finance and Central Bank Deputies (FCBD) dan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Nusa Dua, Bali (17/7).
"Kelima isu tersebut dilatarbelakangi kerentanan perekonomian global dengan tingkat inflasi yang tinggi dengan pemulihan yang lebih lemah," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (17/7).
Perang yang tengah berlangsung di Ukraina, disertai dengan kebijakan dalam merespon perang dan kenaikan kasus COVID-19 di beberapa negara, telah memperpanjang gangguan rantai pasokan.
Perry menyebut, kondisi tersebut telah mendorong kenaikan harga komoditas internasional secara signifikan sehingga meningkatkan tekanan inflasi global.
Sebagai tanggapan, beberapa negara telah memulai pengetatan kebijakan moneter yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi global dan meningkatkan risiko stagflasi.
Antisipasi krisis pangan, G20 sepakati dana perantara keuangan US$1,1 miliar
Respons pertama terkait ketahanan pangan dan kesehatan, dibahas pembentukan sistem kolaborasi dan kerja sama global untuk mengantisipasi tantangan kerawanan pangan yang terus meningkat.
Kolaborasi global tersebut akan berfokus pada upaya mendukung ketahanan pangan dengan memastikan keterjangkauan (affordability) dan kemudahan perolehan (accessibility) pangan, serta meningkatkan ketersediaan data untuk pupuk.
Di samping itu, disepakati pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund) untuk membantu memastikan pembiayaan yang memadai, berkelanjutan, dan terkoordinasi untuk tindakan pencegahan (prevention), kesiapsiagaan (preparedness), dan penanggulangan (response) terhadap pandemi di masa depan. Dana tersebut dikelola oleh World Bank dengan komitmen awal US$1,1 miliar.
Sepakati kebijakan bersama jaga stabilitas ekonomi
Respons kedua ialah mengulas bauran kebijakan makroekonomi, membahas upaya untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi di tengah berbagai tantangan yang dihadapi.
Pertama, fundamental makroekonomi yang kuat yang dapat dicapai melalui kebijakan fiskal, moneter, serta stabilitas keuangan yang terencana, terukur, dan terkomunikasikan dengan baik. Kedua, kebijakan moneter yang pre-emptive, front-loading, dan ahead the curve.
Hal ini dicapai tidak hanya melalui suku bunga, melainkan juga instrumen lainnya antara lain stabilisasi nilai tukar, pengelolaan aliran modal, serta koordinasi dengan pemerintah. Ketiga, memperkuat sisi suplai melalui kebijakan sektor riil dan reformasi struktural.
Perkuat sinergi moneter dan makroprudensial
Respon ketiga bertajuk kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk stabilitas dan pemulihan. Kebijakan suku bunga tetap menjadi instrumen utama, dilengkapi dengan intervensi nilai tukar dan manajemen arus modal, terutama di negara berkembang dengan pasar keuangan yang belum dalam. Kedua, pentingnya pendekatan yang semakin granular dan mikro untuk menjaga kestabilan keuangan, terutama sektor korporasi dan rumah tangga.
Di samping kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial juga perlu diterapkan dalam rangka memitigasi risiko-risiko terhadap stabilitas keuangan.
Mengingat persoalan stabilitas harga saat ini bersumber pada sisi penawaran, maka koordinasi antara bank sentral dan pemerintah semakin diperlukan. Koordinasi tersebut tidak terbatas pada sinergi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, namun juga terkait reformasi struktural. G20 berhasil menggabungkan Integrated Policy Framework (IPF) dari IMF dengan Macro Financial Stability Framework (MFSF) dari BIS untuk mengakselerasi terwujudnya stabilitas harga global.
CBDC memitigasi risiko dari penggunaan aset kripto
Respons keempat ialah menyambut baik berbagai inisiatif rancangan CBDC, khususnya dalam penggunaan untuk interoperabilitas dan pembayaran lintas-batas (cross-border payments).
Di samping itu, rancangan CBDC juga perlu menjamin stabilitas moneter dan keuangan internasional. Diskusi juga membahas pentingnya kerangka regulasi dan pengawasan yang kokoh dari aset kripto, termasuk yang disebut stablecoin, dengan menerapkan prinsip 'same activity, same risk, same regulation'.
Tujuan yang ingin dicapai adalah memitigasi risiko dari penggunaan asset kripto dan memastikan level playing field, dengan tanpa menghambat inovasi dan inklusi. Membangun kesadaran public akan risiko penggunaan asset kripto merupakan hal penting.
Sepakat kembangkan kerangka pembiayaan hijau
Respons kelima terkait ekonomi dan keuangan hijau yang membahas berbagai rekomendasi dalam rangka mengembangkan kerangka untuk pembiayaan transisi menuju net zero emission. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas lembaga keuangan tersebut, dan meningkatkan inovasi pada instrument dan pasar keuangan berkelanjutan.
Dalam hal ini, ditekankan pentingnya pertukaran pengalaman dalam rangka mendorong pembiayaan dan investasi yang mendukung transisi menuju net zero emission.