ilustrasi pajak (unsplash.com/Kelly Sikkema)
Sejumlah faktor menjadi penyebab lahirnya hubungan istimewa dalam pajak, yakni:
- Permodalan atau kepemilikan
Pertama, Wajib Pajak yang memiliki 25 persen saham di Wajib Pajak lain, misalnya PT A yang menguasai 70 persen saham PT B secara langsung, sedangkan PT B memiliki 50 persen saham di PT AB. Itu berarti, PT A secara tak langsung turut melakukan penyertaan modal di PT AB. Di situlah timbul hubungan istimewa, termasuk dalam urusan pajak. Contohnya, entitas anak BUMN dan BUMN, yang bisa saja berdampak pada nominal pajak keduanya.
- Dominasi manajemen atau teknologi
Selain itu, hubungan istimewa dalam pajak juga bisa hadir karena penguasaan teknologi atau manajemen, walau tak berkaitan dari segi penyertaan modal. Transfer pricing bisa terjadi di antara para entitas yang berada di bawah kekuasaan serupa, seperti hubungan antara sejumlah entitas anak milik PT ABC.
Yang ketiga, hubungan istimewa antara para Wajib Pajak juga bisa muncul akibat hubungan darah ataupun pernikahan. Contoh, keluarga kandung secara horizontal atau vertikal, serta hubungan dengan mertua, anak tiri, atau ipar.
Guna memastikan hubungan istimewa dalam pajak tak disalahgunakan, ada sejumlah ketentuan dari Direktur Jenderal Pajak, yakni:
- DJP berwenang menentukan kembali nominal penghasilan dan pengurangan, serta penetapan utang sebagai modal. Dibutuhkan skema perbandingan harga antara pihak independen, penjualan kembali, dan skema lainnya.
- DJP berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak, mengawasi, dan renegosiasi setelah perjanjian berakhir.
- DJP bekerja sama dengan otoritas pajak negara lain sebagai pertimbangan menetapkan harga transaksi.
- Wajib Pajak yang membeli saham lewat pihak lain dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya selama punya hubungan istimewa dalam pajak dengan pihak itu, serta adanya ketidakwajaran penetapan harga.