ilustrasi rumah (unsplash.com/ Mihai Moisa)
Pada dasarnya, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN biasanya sudah termasuk dalam harga penjualan properti. Bisa dikatakan pihak pengembang telah membayar PPN properti itu.
Melansir laman Fiskal Kemenkeu, subjek PPN mencakup Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Sedangkan tarif PPN adalah 10 persen, dan pemerintah berwenang mengubahnya menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.
Syarat teknis untuk mendapatkan stimulus ini adalah harus mendapatkan kode identitas rumah dan baru pertama kali diserahkan oleh pengembang. Hal ini untuk menjamin kalau produk yang mendapatkan stimulus ini merupakan produk prime (baru) dan bukan produk secondary (bekas).
Sejumlah persyaratan lainnya yaitu, produk propertinya belum pernah dilakukan pemindahtanganan kepada pihak lain. Stimulus ini juga hanya berlaku untuk maksimal satu unit properti per satu orang pembeli dan setelah dibeli produknya tidak boleh dijual kembali dalam kurun waktu satu tahun.
Terakhir, untuk mendapatkan insentif pembebasan maupun diskon PPN ini, perusahaan developer yang menjual produk propertinya harus membuat faktur pajak dan melaporkan berapa pun realisasi penjualan yang diberikan pembebasan maupun diskon PPN-nya kepada Ditjen Pajak.
Diskon PPN hanya berlaku untuk pembelian unit rumah baru. Selain itu, tidak semua rumah baru pula termasuk dalam program intensif ini. Anda harus mengecek apakah unit rumah yang diincar telah terdaftar atau belum. Lalu, pengembang atau PKP yang berpartisipasi dalam program ini telah mendaftarkan diri selambat-lambatnya 31 Maret 2022.
Apabila harga rumah tidak lebih dari Rp2 miliar, besarnya potongan 50 persen.