Jakarta, FORTUNE – PT FinAccel Finance Indonesia (Kredivo) menanggapi isu kredit macet layanan keuangan Buy Now Pay Later (BNPL) atau kerap disebut dengan Paylater. Perusahaan penyedia platform digital kredit ini menyatakan berupaya untuk menjaga tingkat kredit macet dalam koridor yang sehat.
“[Kredit macet] ini isu yang baru [ramai] beberapa bulan. Memang konsumen bagaimana pun juga terdampak. Namun, NPL kami masih terjaga ,” kata VP Marketing and Communications Kredivo, Indina Andamari,di kawasan SCBD Jakarta, Rabu (30/11). NPL, singkatan dari non-performing loan, ini merujuk kepada tingkat kredit bermasalah.
Namun, dia tak memerinci lebih lanjut perihal angka NPL tersebut. Yang jelas, menurut Indina, Kredivo berusaha untuk menjaga tingkat kredit macet maksimal pada level 5 persen. “Tapi kalau lagi bagus, kami pernah mencapai 3 persen,” katanya.
Sebelumnya, PT Pefindo Biro Kredit Score mencatat NPL Paylater pada Juli 2022 berada pada level 6,49 persen, atau lebih rendah ketimbang 7,02 persen pada bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, tingkat NPL Paylater tersebut lebih tinggi dari perbankan umum yang mencapai 2,79 persen, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada September.
Berdasarkan catatan Pefindo, layanan Paylater telah memproses 78 juta fasilitas pinjaman dengan total nilai pinjaman Rp3,1 triliun. Dari jumlah fasilitas pinjaman itu, multifinance menyumbang porsi 57,75 persen, dan bank umum konvensional 42,16 persen
“Artinya, ini menunjukkan dalam waktu singkat pertumbuhan BNPL dari sisi fasilitas sudah mengalahkan produk-produk bank ataupun multifinance,” kata Direktur Utama Pefindo Biro Kredit, Yohannes Abimanyu, dalam rilis kepada media, Kamis (29/9).
Menurut Indina, NPL masih terjaga karena perusahaan menerapkan dua strategi. Kredivo, katanya, menjaga metrik risiko dengan menerapkan skor kredit yang akurat. Lalu, perusahaan juga berupaya menyesuaikan tingkat risiko pinjaman, termasuk dengan lebih selektif memberikan pinjaman kepada nasabah.
“Kalau memang perlu diperketat, kami juga akan melakukan pengetatan baik dari sisi approval-nya maupun ketika user melakukan transaksi. Jadi, enggak serta merta demand-nya tinggi, tapi kita mengeluarkan pinjaman terus. Kami juga tidak ingin NPL-nya naik,” ujarnya.