Pada sekitar abad ke-17 Masehi mulai muncul kongsi-kongsi dagang seperti VOC (kongsi dagang Belanda) dan EIC (kongsi dagang Inggris) di Indonesia. Kehadiran kongsi dagang Eropa di Indonesia bertujuan untuk menguasai dan memonopoli perdagangan di kawasan kepulauan Nusantara melalui jalur peperangan dan politik.
- Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia
Di era merkantilisme berkembang, banyak pedagang Eropa yang melakukan hubungan perdagangan dengan penduduk Nusantara. Mulai muncul kongsi-kongsi dagang seperti VOC (kongsi dagang Belanda) dan EIC (kongsi dagang Inggris) di Indonesia.
Dalam buku Sejarah Perekonomian Indonesia (2009) karya R.Z Leirissa dkk, merkantilisme mendorong adanya kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa di Nusantara. Hal itu dikarenakan, Indonesia merupakan penghasil komoditas rempah-rempah yang sangat dicari di pasar internasional.
Salah satu pengaruh terbesar saat kedatangan Belanda dan mebentuk VOC di Batavia untuk menghindari persaingan tidak sehat antarpedagang Eropa. Selain itu VOC memiliki kekuatan monopoli dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. VOC ikut campur dalam urusan interal kerajaan dan memonopoli perdagangan di kawasan kepulauan Nusantara melalui jalur peperangan dan politik.
- Pemberlakuan sistem sewa tanah oleh Raffles
Pendapatan negara pada masa pemerintahan Raffles didapat dari pajak sewa tanah. Raffles berpandangan bahwa tanah merupakan milik negara. Rakyat hanya memiliki hak untuk mengolahnya. Rakyat dibebaskan untuk menanam apapun, asal pajak berjalan lancar.
Akan tetapi, sistem tersebut gagal diterapkan setelah bertahun-tahun lamanya. Rakyat yang diberi kebebasan untuk menanam, justru terjebak pada kebiasaan lama. Mereka menjual hasil panen kepada bupati, bukan kepada pasar. Akhirnya sistem sewa tanah ini tidak berhasil, karena hanya menguntungkan para tengkulak.
Belanda menetapkan stratifikasi sosial menjadi tiga golongan, yaitu golongan 1 (orang Belanda dan orang asing kulit putih, golongan 2 (orang timur Asing), dan golongan 3 (orang pribumi).
Pembagian kelas sosial tersebut diikuti dengan pembedaan hak dan kewajiban. Hal ini bertujuan untuk menjaga prestise pemerintah kolonial dengan menciptakan superioritas orang kulit putih dan inferioritas orang pribumi.