Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, porsi kredit ke sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) masih sangat minim. Padahal, dengan penyaluran pembiayaan yang tepat sasaran mereka berharap cara tersebut dapat mendorong penguatan sektor ini.
Dalam kegiatan konsinyering di Jakarta, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan hingga Maret 2025, penyaluran kredit ke industri TPT dan alas kaki tercatat sebesar Rp160,41 triliun, atau setara 2,03 persen dari total kredit perbankan nasional.
Padahal, jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja industri TPT pada 2024 mencapai 4 juta orang atau mencakup 32,79 persen dari total tenaga kerja pada industri padat karya. Selain itu, sektor Industri TPT pada Maret 2025 secara tahunan dapat tumbuh sebesar 4,64 persen, meningkat dibandingkan tahun 2024 yang tumbuh sebesar 4,26 persen, serta berkontribusi sebesar 1,02 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain penyaluran kredit yang asih kecil, masih ada beberapa tantangan struktural yang dihadapi industri, seperti tingginya biaya logistik dan ketergantungan terhadap pasar ekspor tertentu, misalnya Amerika Serikat (AS).
Menurut Dian, tantangan ini perlu diatasi secara komprehensif melalui pendekatan Indonesia incorporated, yaitu kolaborasi nyata antara pelaku industri, perbankan, BUMN, dan pemerintah. Sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, berperan krusial sebagai enabler dalam memperkuat pembiayaan dan struktur bisnis industri TPT.
“Sinergi antara industri perbankan dengan pelaku industri TPT perlu diperkuat agar penyaluran pembiayaan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan. Perluasan akses pembiayaan juga harus dibarengi dengan penguatan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian,” kata Dian melalui keterangan resmi, dikutip Senin (19/5).
Untuk itu, seluruh stakeholders perlu mencari solusi secara komprehensif antara lain untuk menekan tingginya biaya logistik ekspor produk TPT di Indonesia sehingga bisa kompetitif dengan negara eksportir lainnya.
Selain itu, perlu diversifikasi terhadap pasar ekspor produk di luar AS, Turki, China, Malaysia, dan Jepang agar industri ini bisa bersaing dan menghadapi tantangan perdagangan global yang muncul dari deglobalisasi yang menghilangkan aspek fairness perdagangan dunia.