Jakarta, FORTUNE – Risiko stagflasi disebut-sebut tengah membayangi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Stagflasi dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian secara keseluruhan.
Bank Indonesia, misalnya, belum lama ini menyatakan ancaman stagflasi akibat kenaikan harga komoditas dan suku bunga tinggi masih terus mengemuka. Perang antara Rusia dan Ukraina pun ditengarai menjadi salah satu penyebabnya.
Jika kondisi kenaikan harga ini berlarut-larut, berbagai negara akan menaikkan tingkat suku bunganya untuk menjaga arus modal tidak berbalik keluar. Hal itu dapat menyebabkan seretnya penyaluran kredit dan menghambat aktivitas perekonomian di berbagai negara.
Imbasnya, daya beli masyarakat turun dan kian sulit menjangkau harga barang-barang yang melambung. "Sehingga melihat adanya stagflasi. Inflasi tinggi dan respons suku bunga tinggi menekan pertumbuhan. Artinya, stagflasi akan terus mengemuka," kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin M Juhro, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Rabu (7/9).
Dalam laporan Global Economic Prospects June 2022, Bank Dunia turut menyebutkan perekonomian dunia akan melambat tahun ini akibat sejumlah kemelut, mulai dari pandemi COVID-19 sampai krisis geopolitik Eropa Timur. Lembaga ini bahkan mengingatkan akan ancaman stagflasi, kondisi saat inflasi membubung, namun pertumbuhan ekonomi terkoreksi.
Bank Dunia mengatakan invasi Rusia ke Ukraina semakin memperparah dampak ekonomi dari krisis pandemi COVID-19. Akibatnya, perekonomian ditaksir akan memasuki periode pertumbuhan lemah yang berlarut-larut dengan risiko inflasi tinggi.