Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi : Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat. (Shutterstock/Paul Brady Photography)

Jakarta, FORTUNE - Tadinya bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed dianggap terlalu lama menunda-nunda peningkatan suku bunga acuannya dan mengakhiri era uang murah. Namun, belakangan, otoritas moneter yang dipimpin oleh Jerome Powell itu dipandang terlalu cepat untuk menaikkan suku bunga. Tahun ini, Fed telah mengerek suku bunga hingga empat kali tahun ini dari 0,75-1,00 persen menjadi 3,00-3,25 persen pada September. 

Keruan saja kebijakan yang dianggap terlalu pesat itu membuat perekonomian dunia, baik negara maju apalagi berkembang, kebat-kebit. Di dalam negerinya sendiri Fed bahkan dikecam karena merilis kebijakan yang berisiko menyeret perekonomian ke fase resesi. Barry Sternlicht, seorang miliarder AS, mencibir atas kebijakan Powell yang menurutnya "bakal meruntuhkan perekonomian." 

Menurut CEO firma investasi Starwood Capital Group itu, seperti ditulis Fortune.com (6/10), Fed harus memberi jeda pada rentetan kenaikan suku bunganya demi mengamati dampaknya terhadap perekonomian.  Dia mengatakan upaya Powell untuk mengelola inflasi telah cukup, dan kini adalah saatnya menunggu. 

"Mereka harus menurunkan suku bunga karena perekonomian akan runtuh. Siapa yang akan menjalankan bisnis dengan cara seperti ini?" katanya. 

Sternlicht menengarai Fed gagal memahami penyebab inflasi. Dalam pandangannya, kondisi tersebut bukan dipicu oleh kenaikan harga energi dan komoditas, tapi paket stimulus yang digelontorkan pemerintah seiring perekonomian yang mulai bergerak setelah terjadi pelonggaran karantina wilayah selama pandemi Covid-19. 

"Kini saat momentum sedang terbangun dan orang-orang mulai mendapat pekerjaan serta gaji meningkat, mereka ingin menggilasnya dan membubarkan pesta," ujarnya. 
 

Pendapat serupa dari Krugman pada September

Editorial Team

Tonton lebih seru di