Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, Sunarso, dalam sebuah acara. (Dok. BRI)

Jakarta, FORTUNE - Perlambatan ekonomi membuat industri perbankan harus melakukan restrukturisasi kredit dan pencadangan. Meski tidak mengalami kekeringan likuiditas, perbankan di Indonesia ‘agak’ kesulitan dalam menyalurkan kredit. Sunarso, nakhoda BRI sebagai bank terbesar di Indonesia —berdasarkan daftar Fortune Indonesia 100— menceritakan bagaimana kondisi dan tantangan yang dihadapinya pada masa pandemi.

Sunarso menjelaskan, penurunan bunga kredit perbankan bukan menjadi salah satu pendorong penyaluran kredit. Sunarso pun mengungkapkan model ekonometrika dan mengungkapkan 2 hal yang paling signifikan dalam pertumbuhan kredit yakni konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Kedua hal tersebut juga berperan penting dalam menumbuhkan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia.

“Kasih pekerjaan supaya mereka dapat penghasilan, sehingga punya daya beli dan spending. Kalau tidak dikasih pekerjaan, kasih uang. Dan dua-duanya sudah dilakukan oleh pemerintah kita dalam bentuk berbagai stimulus,” kata Sunarso dalam wawancara khusus dengan Fortune Indonesia pada Agustus.

Kredit seret, dana masyarakat di bank capai Rp6.459 triliun

Sunarso menjelaskan, total dana masyarakat di perbankan nasional mencapai Rp6.459 triliun pada akhir 2020 . Sedangkan kredit yang disalurkan Rp5.482 triliun. Artinya, loan-to-deposit ratio (LDR) bank hanya sekitar 84,66 persen.

Sunarso menilai, krisis yang terjadi di 2020 telah diantisipasi oleh perbankan. Bank sendiri dinilai sudah sangat siap soal likuiditas dan modal. Namun, permintaan kreditnya masih lemah.

“Tantangannya bukan lagi likuiditas tetapi bagaimana menyalurkannya ke sektor riil dalam bentuk kredit ataupun pembiayaan sehingga bisa berkontribusi bagi perekonomian nasional,” kata Sunarso.

Kinerja BRI masih terjaga di tengah krisis

Editorial Team

Tonton lebih seru di