Jakarta, FORTUNE - Organ utama Majelis Umum PBB yang biasa menangani isu perdagangan, investasi, dan pembangunan--dikenal dengan label UNCTAD--menyerukan pada otoritas moneter negara atau bank sentral untuk tidak lagi meningkatkan suku bunga. Lembaga tersebut meminta agar kebijakan moneter yang diambil oleh sejumlah regulator Barat seperti Fed di Amerika Serikat (AS) atau Bank of England di Inggris tidak lagi diikuti.
Dalih utama UNCTAD adalah kebijakan semacam itu dapat memicu terjadinya resesi yang lebih buruk ketimbang situasi pascakrisis keuangan global pada 2007-08.
Dalam laporan berjudul Trade and Development Report 2022, UNCTAD menyatakan dunia tengah berjalan menuju resesi dan stagnasi ekonomi berkepanjangan kecuali jika negara-negara maju mengubah arus kebijakan moneter dan fiskal saat ini. Kelesuan sebenarnya telah menampakkan diri selama pandemi seiring adanya kejutan dari sisi pasokan, menurunnya kepercayaan konsumen dan investor, serta perang di Ukraina.
Kecemasan utama UNCTAD adalah dengan pesatnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju, dikombinasikan dengan melemahnya dukungan multilateral, kondisi lesu saat ini bisa berubah menjadi resesi.
"Akibatnya, akan terjadi lingkaran setan perekonomian di negara berkembang dengan kerusakan yang bertahan lebih lama ketimbang [masa] krisis keuangan global dan Covid," demikian UNCTAD.
Laporan tersebut menggarisbawahi tindakan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed). Menurut mereka, kenaikan suku bunga tahun ini di AS dapat memangkas sekitar US$360 miliar pendapatan negara-negara berkembang di masa mendatang--kecuali Cina. Dengan begitu, sinyal akan datangnya kesulitan lebih jauh mulai teraba.
Tahun ini Fed telah menaikkan suku bunga acuannya lima kali, dan langkah terbaru diambil pada September dengan peningkatan 75 basis poin dan membuat levelnya berada pada rentang 3-3,25 persen, demikian warta Crypto Briefing. Sebagai perbandingan, federal funds rate (FFR) pada permulaan tahun hampir 0 persen.
Tujuan Fed untuk meningkatkan suku bunga acuannya itu, sebagaimana diwartakan banyak media, adalah untuk menangkis inflasi. Pasalnya, laju inflasi pada Agustus mencapai 8,3 persen.