Jakarta, FORTUNE - Pelemahan nilai tukar rupiah disebut tidah signifikan berdampak langsung terhadap retrosesi premi asuransi maupun reasuransi di Indonesia.
Direktur Teknik Indonesia Re, Delil Khairat menjelaskan retrosesi atau pelimpahan risiko asuransi dari suatu perusahaan reasuransi lebih disebabkan banyaknya klaim yang dibayarkan.
"Rupiah melemah itu tidak terlalu berpengaruh pada premi. Premi itu dipengaruhi oleh kualitas risiko itu sendiri. Kalau kita banyak klaim, maka kita akan bayar lebih besar," ungkap Delil usai acara di Insurance Industry Dialogue di Jakarta, Selasa.
Selain jumlah klaim, Delil mengatakan siklus pasar (market cycle) juga menjadi penyebabnya. Adapun dalam industri asuransi dan reasuransi, dikenal istilah hard market dan soft market. Dalil mengatakan, saat ini pasar berada dalam fase soft market, yang berarti secara keseluruhan premi asuransi dan reasuransi justru sedang turun. Kondisi ini relatif menguntungkan bagi pembeli.
Di sisi lain menurutnya justru tantangan berasal dari sisi pencadangan. Karena aset dan premi dinilai dalam rupiah, sementara sebagian cadangan harus ditempatkan ditempatkan dalam mata uang asing.
"Jadi harus punya proporsi yang seimbang antara dolar itu. Kalau cash flow tidak balance antara dolar yang masuk dengan yang bisa kita simpan, bisa jadi kita harus beli dolar buat nambahin cadangan kita," lanjutnya.
Adapun untuk risiko restrosesi premi, Delil mengatakan sektor asuransi umum memiliki volatilitas lebih tinggi. Hal ini karena variasi risikonya sangat luas dan dinamis.
Sementara untuk asuransi jiwa, risikonya dinilai lebih stabil dan dapat dikelola dengan baik selama perhitungan awal dilakukan secara tepat. “Asal pricing di depan sudah benar, artinya kita menghitung sesuai dengan tabel mortalitas dengan tepat, maka cadangan bisa disiapkan lebih terukur," katanya.