Jakarta, FORTUNE – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 4,9 sempat mengguncang Kabupaten Bekasi pada Rabu (20/8) malam. Kondisi ini membuat Aditya Hutagaol (31) resah lantaran kedua orang tuanya tinggal di dekat titik pusat gempa yang berada di Kecamatan Bojongmangu, Bekasi.
Rumah yang ditempati hampir 40 tahun lamanya ini, bahkan mengalami kerusakan parah di bagian tembok depan. Meski tidak menelan korban jiwa, namun tetap saja Adit harus menanggung beban biaya perbaikan rumah lantaran asetnya tidak dilindungi oleh asuransi. Kondisi yang dialami Adit sesuai dengan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 OJK yang mencatat indeks inklusi asuransi baru mencapai 28,50 persen, apalagi untuk produk asuransi properti.
Direktur & Chief Technical Officer Allianz Utama Indonesia, Ignatius Hendrawan, bahkan menjelaskan lebih rinci bahwa penetrasi asuransi properti di Indonesia masih di bawah 10 persen.
“Kurang dari 10 persen masyarakat yang memiliki asuransi properti. Ini peluang besar bagi kita untuk meningkatkan literasi dan kesadaran,” jelas Hendrawan saat Media Workshop bertajuk ‘Jaga Aset, Jaga Bisnis: Asuransi Properti di Tengah Risiko Bencana’ secara daring di Jakarta, Kamis (2/10).
Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. World Risk Report 2023 menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 193 negara paling rawan bencana, setelah Filipina. Posisi geografisnya yang berada di pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, dan Filipina, membuat Indonesia rentan terhadap gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, serta cuaca ekstrim.