Jakarta, FORTUNE - Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 September 2023 menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil meski di tengah risiko tren suku bunga tinggi yang panjang di global.
Ketua Dewan Konisioner OJK, Mahendra Siregar menyatakan, divergensi kinerja perekonomian global masih terus berlanjut. Meski demikian, industri perbankan nasional disebut masih 'tahan banting' dalam menghadapi risiko tersebut.
"Di AS, tingkat inflasi yang masih tinggi ditengah masih solidnya kinerja perekonomian mendorong kebijakan The Fed diprediksi lebih hawkish," kata Mahendra melalui konferensi video di Jakarta, Senin (9/10).
Sementara itu di Tiongkok, pemulihan ekonomi yang belum sesuai ekspektasi dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global. Sedangkan insentif fiskal dan moneter yang dikeluarkan otoritas masih terbatas.
Ia menilai, dengan perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya kenaikan yield surat utang di AS dan penguatan USD sehingga menyebabkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia. "Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat," katanya.
Diketahui bersama, saat ini suku bunga Fed Fund Rate berada pada kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen. Suku bunga acuan The Fed hampir mendekati posisi bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang mencapai 5,75 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae juga menambahkan, sektor perbankan mampu menunjukkan resiliensi dengan permodalan yang tinggi serta didukung dengan risiko kredit yang terjaga di tengah tekanan higher for longer tingkat suku bunga global.
"Industri perbankan secara umum memiliki permodalan yang solid ditinjau dari Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan yang tinggi sebesar 27,66 persen," kata Dian.