Jakarta, FORTUNE - Perlambatan perekonomian Tiongkok tampaknya berdampak pada kinerja sejumlah perusahaan raksasa di negara tersebut. Pada gilirannya, itu berakibat terhadap harta maupun kekayaan para konglomerat pendiri perusahaan.
Seperti dilansir dari Forbes, Selasa (07/12), jumlah harta konglomerat perusahaan internet Tiongkok, seperti Jack Ma, Pony Ma, Colin Huang, dan Wang Xing, menyusut lebih dari US$73 miliar atau sekitar Rp1.040,3 triliun (asumsi kurs Rp14.250) dari kekayaan bersih gabungannya sejak April 2021.
Perseroan seperti raksasa e-commerce Alibaba hingga platform pengiriman makanan Meituan disebut-sebut sedang berjuang melawan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang berkepanjangan. Prospek bisnis mereka pun kemungkinan akan tetap suram setidaknya sampai awal tahun depan, kata sejumlah analis.
“Mereka (investor) sekarang kembali melihat fundamental, tetapi prospek jangka pendek tidak begitu menarik,” kata Shi Jialong, kepala China Internet and New Media Research di Nomura Securities yang berbasis di Hong Kong.
Para taipan itu juga menghadapi risiko pengawasan yang meningkat dari pemerintah Tiongkok. Didi, misalnya. Perusahaan ride-sharing itu baru saja mengumumkan akan delisting (penghapusan saham) dari bursa saham New York. Keputusan delisting itu dikabarkan datang dari permintaan pemerintah Tiongkok.
Perekonomian Tiongkok pada kuartal ketiga tahun ini hanya tumbuh 4,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dari 7,9 persen pada kuartal sebelumnya. Menurut Shi Jialong, perekonomian diperkirakan akan turun menjadi 5,5 persen tahun depan akibat wabah COVID-19 dan kinerja industri properti yang melambat.
Sementara itu, Tiongkok kini telah memiliki lebih dari 1 miliar pengguna internet. Itu artinya, sebagian besar penduduknya sudah melek internet. Pada saat bersamaan, pengguna baru lebih sulit diraih.