Jakarta, FORTUNE – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menambahkan satu lapisan tarif untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) dengan penghasilan menengah ke atas. Lapisan pajak baru ini akan semakin memperluas tarif progresif di PPh, sehingga semakin tinggi penghasilan, semakin besar pajak yang dikenakan.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menyoroti rencana pemerintah tersebut. Ia menyebut, hal ini akan membantu dari sisi fiskal pemerintah. Kemudian, akan menimbulkan rasa keadilan bagi masyarakat bawah dan atas.
Saat lapisan pajak sebelumnya, masyarakat dengan pendapatan puluhan miliar setahun pun tetap dimasukan ke lapisan pajak di atas Rp500 juta per tahun. “Ini memang fungsi fiskal di sini untuk pemerataan,” kata dia kepada Fortune Indonesi, Senin (4/10).
Praktik ini, kata Riefky, bukan hal baru di dunia. Melainkan sudah diterapkan di beberapa negara. Bahkan, ada menerapkan PPh OP lebih progresif hingga 50 persen. Untuk Asean, yang menerapkan hingga tarif maksimal 35 persen adalah Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Namun yang menjadi catatan dari Riefky mengenai implementasi ke depannya. Ia mengatakan, pemerintah dapat mempperkuat pelaksanaan dan pengawasan dari perpajakan. Pasalnya, jika hal ini gagal dilakukan, maka tujuan untuk meningkatkan tax ratio menuju taraf ideal hingga 15 persen hanya sekadar angan-angan.
Adapun tax ratio Indonesia pada 2019 berada di level 11,9 persen. Kemudian, 2020 akibat adanya pandemi Covid-19 rasio pajak turun menjadi 8,94 persen. “Karena ini memengaruhi trust masyarakat kalau misalnya tidak dimplementasi dengan baik trust masyarakat menurun yang kemudian tax compliens jadi menurun,” ujarnya.