Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc), Mirza Adityaswara juga menegaskan bahwa kemunculan neobank membawa berbagai manfaat sekaligus risiko baru. Di satu sisi, neobank memiliki fitur- fitur yang lebih inovatif dan customer centric , seperti pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence), machine learning dan fitur keamanan yang lebih mudah diakses (pembekuan rekening melalui aplikasi).
Namun, ada beberapa potensi resiko dalam tren neobank di masa depan seperti risiko serangan keamanan siber, risiko terhadap kebocoran data pribadi nasabah, risiko kegagalan sistemik yang disebabkan interdependensi infrastruktur digital berbagai layanan finansial.
“Risiko -risiko tersebut sebetulnya merupakan risiko yang sama dialami oleh perusahaan fintech, di mana OJK sudah mengatur platform penyedia jasa keuangan agar memitigasi kemungkinan risiko yang akan hadir. Namun, regulator juga harus dapat menyeimbangkan peran antara mengeluarkan aturan untuk memitigasi risiko baru, tetapi juga memberi kesempatan bagi neobank untuk berinovasi,” ujar Mirza.
Mirza juga menambahkan besarnya potensi pasar untuk neobank di Indonesia. Di mana dengan pemanfaatan teknologi, neobank akan menyasar kalangan underbanked, terutama kelompok usia muda serta masyarakat di wilayah urban.
"Namun pada tahap berikutnya, neobank juga perlu menyasar kalangan unbanked demi mendukung peningkatan inklusi keuangan Indonesia” Kata Mirza.
Dalam hal ini, IFSoc memberikan pandangan terhadap potensi neobank di Indonesia. Salah satunya ialah neobank akan lebih bertanggung jawab dengan diberikan kepercayaan mengatur sistem manajemen dengan internal kontrol secara mandiri.
“Beberapa caranya, antara lain dengan mendorong kepatuhan neobank terhadap peraturan yang berlaku, seperti kepatuhan atas pemanfaatan data kependudukan Dukcapil untuk memitigasi risiko fraud dan membentuk forum kolaborasi untuk memerangi ancaman terhadap cybersecurity, baik di antara para pemain neobank, maupun kolaborasi dengan regulator dan penegak hukum,” tutup Mirza.