Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/11/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

Jakarta, FORTUNE – Pemerintah Indonesia menganggap tren surplus neraca perdagangan (ekspor-impor) merupakan sinyal pemulihan ekonomi dalam negeri yang cemerlang. 

“Kinerja (surplus) ini akan meningkatkan resiliensi sektor eksternal Indonesia, sehingga semakin kuat menghadapi berbagai tantangan yang diperkirakan masih berlanjut di tahun ini,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan resmi, seperti dikutip pada Selasa (18/1).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun lalu membukukan surplus US$35,34 miliar, dan sejauh ini dianggap tertinggi sejak 2006. Sebagai perbandingan, pada 2020 neraca perdagangan surplus US$21,62 miliar, dan pada 2019 defisit US$3,59 miliar.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan kinerja neraca dagang sedemikian juga mengindikasikan pemulihan ekonomi RI yang solid dan terjaga.

Pada Desember 2021, neraca perdagangan Indonesia surplus US$1,02 miliar. katanya. Meski menurun dari US$3,52 miliar pada bulan sebelumnya, namun surplus tersebut telah terjadi selama 20 bulan terakhir. “Aktivitas ekonomi global dan domestik yang membaik, harga komoditas global yang masih relatif tinggi, turut menyumbang perbaikan kinerja neraca perdagangan 2021,” ujarnya.

Ekspor bertopang sejumlah komoditas utama: CPO, nikel, besi dan baja

Kinerja surplus pada 2021 ditopang nilai ekspor yang mencapai US$231,54 miliar atau tumbuh 41,88 persen, kata Airlangga. Hilirisasi komoditas unggulan, seperti produk turunan kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel, ditengarai berhasil mendorong ekspor tersebut. Ekspor lemak dan minyak hewan atau nabati dan nikel pada periode sama masing-masing tumbuh 58,48 persen dan 58,89 persen.

Menurut Airlangga, dari 10 besar komoditas utama ekspor, komoditas bijih logam, terak, dan abu tumbuh tertinggi sebesar 96,32 persen, diikuti oleh ekspor besi dan baja yang juga naik 92,88 persen.

“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Tercermin pula dari meningkatnya penciptaan nilai tambah pada sektor manufaktur. Terbukti secara kumulatif, ekspor nonmigas hasil industri naik 35,11 persen menjadi sebesar US$177,11 miliar,” katanya.

Impor industri membaik seiring pengendalian pandemi

Editorial Team

Tonton lebih seru di