Tidak dapat dipungkiri, tapering off yang pernah dilakukan The Fed tahun 2013 lalu terbukti memicu taper tantrum, yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan untuk menaruh dana di pasar modal Amerika Serikat karena dianggap lebih menarik.
Efeknya, rupiah yang sempat berada di bawah Rp10 ribu per dolar AS anjlok hingga ke level 12.000 per dolar AS diikuti jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.200 di akhir 2013 dari sebelumnya yang berada di level 5.200. Efek kebijakan tersebut bahkan berdampak panjang pada tren pelemahan rupiah hingga melewati 14.000 per dolar di 2015.
Bagaimana dengan risiko yang dihadapi Indonesia tahun ini? Dalam riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, sebuah lembaga riset ekonomi terbesar di Jepang, Indonesia masuk ke daftar 10 negara rentan (fragile 10) terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hongaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jika tapering off dilakukan. Sebelumnya, Nomura juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar 5 negara berkembang rentan selama taper tantrum di 2013 bersama Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.
Nomura menyebutkan penyebab rentannya 10 negara tersebut adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang lemah, inflasi yang meningkat, dan berkurangnya kekuatan fiskal. Situasi di negara-negara berkembang di mana inflasi lebih tinggi daripada suku bunga juga menjadi sumber kerentanan.