Jakarta, FORTUNE - Tren simpanan tabungan dengan nilai di bawah Rp100 juta terus mengalami penyusutan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan memperkuat likuiditas dan mengatur strategi untuk mencegah tren ini tidak berlanjut.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK menilai perlambatan dalam simpanan ini dipengaruhi pergerakan pendapatan, siklus konsumsi, kebijakan pemerintah, penyaluran bantuan sosial, hingga meningkatnya minat investasi masyarakat. Sehingga aliran dana masyarakat bergeser ke sektor-sektor tersebut.
"OJK bersama otoritas terkait dan pemerintah terus berkoordinasi dan memantau adanya tren penurunan tabungan masyarakat, seperti lambatnya pertumbuhan tabungan perseorangan di bawah Rp100 juta, dan kontraksi pertumbuhan tabungan perseorangan di bawah Rp1 juta," ujar Dian dalam jawaban tertulis, Rabu (10/9)
Pada Juli 2025, nasabah perseorangan yang memiliki tabungan rupiah di bawah Rp100 juta tercatat hanya naik 0,67 persen secara bulanan, maupun secara tahunan hanya tumbuh single digit alias 5,54 persen. Sementara tabungan di bawah Rp10 juta secara bulanan masih terkontraksi, yang dinilai karena siklus konsumsi pada awal tahun ajaran baru
Menghadapi kondisi ini, Dian meminta perbankan memperkuat likuiditas. Menurutnya, perbankan bisa berperan aktif dalam menawarkan berbagai produk DPK dan bentuk investasi yang lebih menarik. Selain itu, perbankan juga diharapkan meningkatkan edukasi keuangan kepada masyarakat mengenai pentingnya mengelola penghasilan dan pengeluaran, menjaga tabungan untuk kebutuhan mendesak, dan memastikan kesiapan dana cadangan.
OJK mencatat, secara total DPK perbankan mencapai Rp9.294 triliun atau tumbuh tujuh persen secara tahunan per Juni 2025. POertumbuhan ini ditopang oleh ketigam segmen DPK yakni giro, tabungan, dan deposito yang masing-masing tumbuh sebesar 10,72 persen, 5,91 persen, dan 4,84 persen (YoY).
Sementara itu secara likuiditas, berdasarkan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing tercatat di posisi 119,43 persen dan 27,08 persen. Level tersebut dinili masih di atas ambang batas yang ditentukan yakni masing-masing 50 persen dan 10 persen.