Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menegaskan SLIK tidak menghalangi persetujuan KPR atau menjadi pertimbangan mutlak. Menurutnya, lembaga keuangan melakukan penilaian secara menyeluruh terhadap calon debitur, bukan hanya berdasarkan catatan kredit.
“SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur,” jelas Josua dalam keterangan resmi yang dikutip pada Jumat (28/6).
Josua menekankan bahwa evaluasi tersebut merujuk pada prinsip 5C, yaitu:
Capacity atau kemampuan membayar menjadi fokus utama. Capacity biasanya diukur melalui rasio cicilan terhadap penghasilan. Umumnya, cicilan maksimal dibatasi sebesar 30–40 persen dari pendapatan rutin.
Capital menunjukkan kesiapan dana pribadi, seperti besarnya uang muka (down payment). Meskipun terdapat skema DP 0 persen, bank tetap menilai seberapa besar dana pribadi yang bisa disiapkan calon debitur.
Collateral atau agunan menjadi pertimbangan penting seperti kelayakan, nilai pasar, dan legalitas properti yang dijadikan jaminan. Rumah yang berada di lokasi rawan atau tidak strategis bisa memperkecil peluang persetujuan meskipun data finansial debitur terlihat bagus.
Condition mencakup kondisi ekonomi serta latar belakang pekerjaan dan usia pemohon.
Secara umum, rasio cicilan terhadap penghasilan biasanya dibatasi pada kisaran 30-40 persen. Penghasilan yang stabil terutama dari pekerjaan formal, akan memperkuat peluang disetujuinya KPR.
Selain itu, usia juga turut diperhitungkan. Debitur yang mendekati usia pensiun mungkin akan mendapatkan tenor yang lebih pendek karena risiko yang lebih tingg. Apalagi jika debitur tidak memiliki asuransi jiwa.
“Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan,” lanjut Josua.