BI Tahan Bunga Acuan di 3,5%, Ini Indikator Perekonomianya
Konflik Rusia-Ukraina pengaruhi perdagangan dan komoditas.
Jakarta, FORTUNE - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Sedangkan untuk suku bunga deposito sebesar 2,75 persen dan suku bunga pinjaman sebesar 4,25 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, keputusan ini sejalan dengan sejumlah indikator ekonomi. Tak hanya itu, kebijakan tersebut diambil sebagai langkah menjaga stabilitas nilai tukar dan mengendalikan inflasi. Hal tersebut juga sebagai upaya menjaga pertumbuhan di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.
"Eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global, di samping karena kenaikan suku bunga bank sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya," kata Perry melalui konfrensi video di Jakarta, Kamis (17/3).
Konflik Rusia-Ukraina pengaruhi transaksi perdagangan hingga harga komoditas
Perry juga mengatakan, eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang mulai mereda.
BI menilai, pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Perry menambahkan, volume perdagangan dunia juga berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung.
Nilai tukar rupiah masih cukup kuat
BI memandang nilai tukar Rupiah masih cukup menguat, yakni pada 16 Maret 2022 menguat 0,38 persen secara point to point dan 0,01 persen secara rerata dibandingkan dengan level akhir Februari 2022.
"Perkembangan nilai tukar tersebut ditopang pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," kata Perry.
Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 16 Maret 2022 mencatat depresiasi sekitar 0,42 persen dibandingkan dengan level akhir 2021. Capaian tersebut relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (0,76 persen, ytd), India (2,53 persen, ytd), dan Filipina (2,56 persen ytd).
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga
Perry menjelaskan, sistem keuangan tetap terjaga dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Januari 2022 tetap tinggi sebesar 25,78 persen. Sedangkan untuk rasio kredit bermasalah atau non Performing Loan (NPL) tetap terjaga, yakni 3,10 persen (bruto) dan 0,88 persen (neto).
Intermediasi perbankan pada Februari 2022 melanjutkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya dengan kredit tumbuh sebesar 6,33 persen (yoy). Pertumbuhan kredit terjadi di berbagai kelompok bank, segmen kredit, dan sektor ekonomi, seiring berlanjutnya pemulihan aktivitas korporasi dan rumah tangga.