Efek COVID-19 dan Hambatan Suplai, Ekonomi Jepang Menyusut Q3-2021

Jakarta, FORTUNE - Di luar ekspektasi banyak pihak, perekonomian Jepang pada kuartal ketiga tahun ini kembali terkoreksi atau tumbuh negatif. Masalah lonjakan kasus COVID-19 serta gangguan rantai pasok ditengarai menjadi penyebab pemulihan ekonomi negara ini tertahan.
Berdasarkan pengumuman dari kantor kabinet Jepang yang dikutip Associated Press, Senin (15/11), perekonomian Jepang pada Juli-September 2021 terkoreksi 3,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal, pada kuartal kedua 2021, perekonomian negara ini sanggup tumbuh 0,4 persen.
Jepang di lingkup global menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga. Berdasarkan data Bank Dunia, nilai produk domestik bruto negara ini pada 2020 mencapai US$5,06 triliun. Peringkat pertama dan kedua diisi oleh Amerika Serikat dan Tiongkok dengan nilai PDB masing-masing US$20,94 triliun dan US$14,72 triliun.
Namun, nasib Jepang berbeda dengan keduanya. Perekonomian AS pada periode sama mampu tumbuh positif 2,0 persen secara tahunan. Sedangkan, Tiongkok perekonomiannya meningkat 4,9 persen.
Melansir Reuters, kontraksi ekonomi Jepang ini juga lebih buruk dari proyeksi pasar 0,8 persen.Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) perekonomian negara ini terkontraksi 0,8 persen—lebih dalam dari perkiraan koreksi 0,2 persen.
Konsumsi swasta turun, pabrik-pabrik lesu
Pemerintah Jepang sebenarnya tidak melaksanakan kebijakan karantina wilayah untuk membendung lonjakan kasus COVID-19. Akan tetapi, pemerintah menerapkan pembatasan secara berkala: bisnis diminta untuk menyesuaikan operasionalnya di bawah “keadaan darurat”.
Kebijakan itu berimbas pada kinerja konsumsi swasta yang merosot 1,1 persen secara kuartalan. Belanja modal juga menurun 3,8 persen dari kuartal sebelumnya.
Di saat sama Jepang juga harus menghadapi persoalan kekurangan chip komputer serta suku cadang untuk menunjang produksi kendaraan. Padahal, negara tersebut mengandalkan industri otomotif untuk ekspor. Ketergantungan terhadap sektor usaha inilah yang dinilai membuat ekonomi mereka rentan dari gangguan dengan perdagangan negara lain.
Perkara itu pun didukung oleh data. Kinerja ekspor Jepang pada periode sama turun 2,1 persen dari kuartal sebelumnya.