Dilansir Business Insider, fenomena ini turut mendorong pertumbuhan bisnis peritel jam tangan pre-owned, salah satunya Bob’s Watches, marketplace khusus yang 90 persen inventarisnya terdiri dari model-model klasik yang sudah tidak lagi diproduksi.
Berbeda dengan arus impor jam tangan Swiss yang kini tertekan tarif masuk AS sebesar 31 persen, Bob’s Watches mengandalkan pasokan domestik dari penjual asal Amerika. “Kami benar-benar seperti toko permen dalam industri ini,” ujar CEO Bob’s Watches, Paul Altieri Kaplan. Ia menilai, strategi ini membuat harga jual lebih stabil ketimbang jam impor yang terancam melambung akibat tarif baru.
Data Federasi Industri Jam Tangan Swiss bahkan mencatat ekspor ke AS melonjak 149,2 persen pada April, ketika tarif diumumkan, karena banyak merek mempercepat pengiriman sebelum aturan berlaku. Namun Kaplan menekankan kekhawatiran bukan pada pembeli, melainkan penjual. Dengan harga ritel yang makin mahal, pemilik jam tangan bekas bisa menuntut harga lebih tinggi. “Kami mungkin perlu meninjau ulang strategi negosiasi jika keluhan penjual semakin meluas,” katanya.
Selain pasokan domestik yang stabil, lonjakan permintaan juga datang dari perubahan selera generasi muda. Kaplan menyebut, mereka tidak lagi tertarik dengan jam tangan seharga US$300–US$500 yang biasa dijual di department store. Sebaliknya, mereka mengincar jam tangan mewah yang dianggap sebagai aset dengan potensi kenaikan nilai. “Mereka kini melihat sesuatu untuk masa depan karena sudah paham. Mereka sudah terdidik,” ujarnya.