Lebih dari Rasa, Budaya Hadir di Industri Kopi Gelombang Keempat

Jakarta, FORTUNE - Tahun 2025 membawa gelombang baru dalam industri kopi—sebuah fase di mana secangkir kopi menyimpan lebih dari sekadar rasa. Ia hadir sebagai cerita, sebagai warisan, sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan, budaya dan identitas, tanah dan tangan yang menyeduhnya.
Dikenal dengan istilah fourth wave, gelombang baru ini datang setelah serangkaian babak: dari kopi instan di era first wave, gelombang second wave dengan dominasi kedai besar, lalu third wave yang mengangkat pentingnya asal-usul biji dan cara seduh. Kini, kopi berkembang menjadi medium ekspresi budaya yang menyeluruh.
“Fourth wave itu bukan cuma tentang rasa, tapi juga storytelling dan nilai budaya. Kemasan, narasi, hingga kolaborasi lintas seni kini menjadi elemen penting dalam menciptakan pengalaman minum kopi yang holistik,” ujar Felix TJ, CEO Roemah Koffie, dalam gelaran World of Coffee Jakarta 2025, Kamis (15/5).
Menurutnya, tren ini bukan sesuatu yang muncul dengan sendirinya, melainkan dibentuk dengan kesadaran dan strategi. Roemah Koffie menjawab tantangan tersebut lewat peluncuran Koffie Tins, produk biji kopi premium dalam kemasan kaleng eksklusif yang menyandingkan rasa dengan warisan budaya Nusantara.
“Tren kopi tak lagi sekadar soal rasa. Kini, penikmat kopi mencari pengalaman yang lebih utuh, mulai dari cerita di balik biji kopi hingga sensasi menikmati secangkir kopi dalam atmosfer budaya yang kaya,” ujar Felix.
Koffie Tins hadir dengan varian yang menyuarakan lagu-lagu daerah seperti Rambadia, Anak Daro, dan Tondiku. Tak hanya nama, masing-masing varian membawa narasi yang lahir dari akar budaya setempat. Misalnya Rambadia, menggunakan biji kopi Gayo dari Aceh yang dikemas dalam desain kaleng bernuansa Batak dengan motif Ulos. Rasa yang tegas dan dalam disandingkan dengan makna kehangatan dan kesejahteraan dalam keluarga Batak.
“Melalui Rambadia, kami ingin memperkenalkan Indonesia kepada dunia dengan cara yang bermakna. Melalui rasa kopi ini, saya ingin membawa nilai-nilai budaya dan semangat kebersamaan di industri kopi,” tutur Felix.
Strategi kolaborasi
Upaya menghadirkan sentuhan budaya juga dilakukan melalui kolaorasi. Mereka menggandeng seniman dan kreator, termasuk Edward Hutabarat dan studio digital Sembilan Matahari, menciptakan pengalaman mendalam bagi pengunjung World of Coffee Jakarta 2025. Di tengah arena pameran, berdiri instalasi Giant Koffie Tins—ruang imersif yang mempertemukan visual lanskap kebun kopi Gayo dengan denyut budaya Sumatra Utara.
“Melalui proyek ini, kami menyajikan pengalaman menikmati kopi premium dalam ruangan yang immersive dan emosional,” kata Felix.
Instalasi itu tak hanya memanjakan indera, tapi juga menyentuh sisi terdalam dari pengalaman manusia: rasa terhubung dengan Tanah Air. Untuk menaikkan brand awareness, booth juga diddesain berhiaskan artefak, motif Ulos, dan sentuhan estetika khas Nusantara yang dirancang bersama Edward Hutabarat, ruang itu seolah menyuarakan bahwa minum kopi kini adalah pengalaman yang penuh kesadaran budaya.
“Cerita ini seperti benang yang dirajut jadi satu hiasan budaya yang bisa kita nikmati bersama. Kami meyakini bahwa kopi adalah medium untuk menghubungkan manusia, budaya, dan cerita dari berbagai penjuru dunia,” ujar Felix.
Roemah Koffie sendiri terus memperluas jejaringnya di berbagai titik strategis. Setelah sukses membuka gerai perdana di Carstensz Mall Gading Serpong, mereka membuka tiga cabang baru sekaligus pada awal tahun ini.