Jakarta, FORTUNE - Peradaban dunia modern disebut-sebut tengah menghadapi ancaman bencana global. Pandemi, resesi ekonomi, krisis iklim, dan pelbagai gangguan bencana lain dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi manusia.
Pandemi Covid-19, misalnya. Sejak mewabah pada 2020, pagebluk yang bermua di Wuhan, Tiongkok, itu telah merugikan banyak orang. Wabah yang diakibatkan oleh virus SARS-Cov-2 itu setidaknya telah merenggut 4,67 juta jiwa di seantero Bumi, menurut data Worldometer per Kamis (16/9).
Di tengah ancaman pandemi Covid-19, masyarakat di pelbagai belahan dunia juga menghadapi bencana lain: krisis iklim akibat pemanasan global, efek rumah kaca, dan sebagainya. Baru-baru ini, misalnya, Amerika Serikat (AS) dilanda oleh banjir bandang akibat badai Ida. Pada Agustus lalu, banjir juga menerjang provinsi Henan, Tiongkok, dan menewaskan ratusan orang.
Ancaman krisis iklim sepertinya tak dapat dielakkan. Bank Dunia dalam Laporan Groundswell September 2021 memperingatkan bahwa peristiwa perubahan iklim dapat menjadi pendorong migrasi besar manusia: 216 orang juta orang di enam wilayah dunia akan terpaksa pindah negara pada 2050. Menurut Bank Dunia, titik panas migrasi iklim dapat muncul pada awal 2030 dan berlanjut menyebar hingga 2050.
Jika pelbagai risiko bencana global terutama krisis iklim yang disebutkan itu terjadi, di mana tempat terbaik untuk mengungsi? Selandia Baru kerap disebut-sebut sebagai lokasi yang bisa diandalkan.