Kuala Lumpur, FORTUNE - Pasar penerbangan bisnis di Asia-Pasifik mulai menunjukkan kebangkitan setelah masa suram pandemi. Business Jet Fleet Report YE 2024 yang dirilis Asian Sky Group melaporkan, jumlah pesawat jet bisnis di kawasan ini mencapai 1.156 unit, naik 1,2 persen dibanding tahun sebelumnya.
Secara geografis, Asia Tenggara menjadi motor pertumbuhan baru. Laporan tersebut mencatat, kawasan ini menambah 17 unit jet bisnis, atau setara pertumbuhan 6,2 persen sepanjang 2024, kenaikan tertinggi di Asia Pasifik. Dengan tren ini, fleet jet bisnis di Asia Tenggara diperkirakan akan menembus 300 unit pada akhir 2025.
Kenaikan tersebut tak lepas dari meningkatnya jumlah individu berpendapatan tinggi (HNWIs), arus investasi lintas negara, dan kebutuhan mobilitas eksekutif yang lebih fleksibel. Banyak pengguna baru yang pada masa pandemi beralih ke pesawat pribadi karena terbatasnya penerbangan komersial, dan kini mempertahankannya karena efisiensi waktu dan kenyamanan.
“Banyak di antara mereka yang dulu hanya sesekali menyewa jet, kini menjadi pengguna tetap,” kata Carlos Brana, Executive Vice President Civil Aircraft Dassault Aviation, dalam wawancara di Kuala Lumpur, Malaysia (4/11). “Mereka menyadari bahwa fleksibilitas dan efisiensi waktu adalah aset bisnis.”
Carlos memperkirakan penggunaan private jet di Asia Tenggara tumbuh ‘beberapa persen per tahun’, selaras dengan pertumbuhan produk domestik bruto regional. Ia menilai bahwa perkembangan ekonomi dan industrialisasi akan mendorong kebutuhan perjalanan bisnis lintas negara.
Indonesia menjadi pasar yang menarik di tengah dinamika itu. Sebagai negara kepulauan dengan mobilitas tinggi antarwilayah, business aviation berperan strategis dalam efisiensi perjalanan korporasi. “Untuk Indonesia, penerbangan bisnis bukan lagi kemewahan, melainkan produktivitas,” kata Carlos. “Dengan ribuan pulau, pesawat pribadi memungkinkan para pelaku bisnis menjangkau lokasi yang tidak terlayani penerbangan reguler.”
Namun, peluang ini diiringi tantangan: ketersediaan fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) untuk jet bisnis masih terbatas, begitu pula aturan registrasi dan perawatan pesawat non-komersial. Meski demikian, Indonesia tetap berada di jalur yang sama dengan tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang lebih dulu mengembangkan layanan charter dan manajemen jet pribadi.
Jika pertumbuhan regional berlanjut pada kisaran 3–4 persen per tahun, maka dalam lima tahun mendatang Asia Tenggara berpotensi menjadi episentrum baru penerbangan bisnis di Asia Pasifik. Dan di dalamnya, Indonesia menjadi pasar terbesar dengan pengguna korporasi yang kian mapan.
