Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Seri Labubu Macaron (popmart.com/Pop Mart)
Seri Labubu Macaron (popmart.com/Pop Mart)

Jakarta, FORTUNE - Sony Pictures mengumumkan menjadi pemegang hak adaptasi layar lebar untuk Labubu dan berencana mengangkat boneka monster asal Tiongkok itu menjadi film. Studio tersebut resmi mengambil alih lisensi Labubu, mainan yang dalam setahun terakhir menjelma menjadi fenomena pop culture global. Namun, tak disebutkan berapa nilai investasi yang dikeluarkan Sony Pictures untuk bertaruh pada Labubu.

Sony juga tengah menyiapkan pengembangan film panjang yang berpotensi berkembang menjadi waralaba baru, meskipun proyek ini masih berada pada tahap awal tanpa nama produser maupun aktor yang terlibat.

Langkah ini datang di tengah tingginya pamor Labubu di komunitas kolektor hingga publik luas, terdorong oleh strategi blind box yang dipopulerkan Pop Mart. Mekanisme tersebut memicu pasar sekunder dengan nilai transaksi yang melonjak, sebagaimana dilaporkan Variety.

Sementara itu, The Hollywood Reporter menyebutkan bahwa kesepakatan antara Sony dan pemegang lisensi baru saja difinalisasi, menjadi titik awal studio untuk mengangkat karakter ciptaan Kasing Lung ini sebagai IP utama berikutnya. Belum ada kejelasan apakah format film akan berupa live-action atau animasi.

Namun, portofolio Sony melalui film seperti Jumanji dan K-Pop Demon Hunters membuat banyak pihak melihat peluang besar dari IP yang sudah kuat secara visual dan memiliki basis penggemar masif.

Labubu hadir sejak 2015, tapi gaungnya benar-benar terdengar dalam beberapa bulan terakhir. Figur bertaring produksi Pop Mart itu bukan hanya laris di pasaran, tetapi juga menjadi ikon budaya pop berkat dukungan para selebritas. Lisa BLACKPINK secara terang menyatakan, “Labubu adalah bayiku,” dalam wawancara. Pebasket NBA Dillon Brooks pun terlihat mengenakan aksesori Labubu dalam pertandingan playoff.

Labubu pertama kali dibuat oleh How2Work sebelum lisensinya dikelola Pop Mart pada 2019. Dua hal yang mendorong ketenarannya: blind box yang menciptakan unsur kejutan dan kelangkaan, serta berkembangnya pasar sekunder yang membuat beberapa edisi Labubu terjual hingga enam digit dalam pelelangan art toy. Popularitas ini kian meluas, khususnya di Asia Tenggara, yang mendorong kinerja finansial Pop Mart melesat hingga 350 persen pada awal tahun.

Apakah keputusan Sony ini merupakan taruhan yang terukur? Sebab pengembangan film membutuhkan waktu panjang, dan keberhasilan proyek akan sangat bergantung pada apakah Labubu tetap relevan saat film dirilis. Namun, melihat tingginya antusiasme global yang masih berlanjut, peluang itu dianggap cukup menjanjikan.

The Hollywood Reporter mencatat bahwa dalam satu dekade terakhir, tren di Hollywood bergeser: kini mainan yang memicu lahirnya film, bukan sebaliknya. Keberhasilan The LEGO Movie dan Barbie—yang melampaui US$1 miliar dan meraih nominasi Oscar, ini menegaskan bahwa brand mainan tanpa narasi bawaan tetap bisa berkembang menjadi film sukses dengan pengembangan cerita yang tepat. Sony sendiri tengah menggarap sejumlah proyek berbasis mainan lain, termasuk View Master.

Upaya Sony mengangkat Labubu ke layar lebar dipandang sebagai eksperimen besar untuk menciptakan IP blockbuster baru dari dunia mainan. Meski baru tahap awal, kemungkinan lahirnya Labubu Cinematic Universe masih terbuka lebar dan publik menunggu kehadiran monster mungil ini di bioskop.

Editorial Team