Jakarta, FORTUNE - Burberry, merek ikonik pembuat trench coat ini tengah menghadapi tantangan besar dengan pengunduran diri CEO, rencana pemulihan yang lamban, dan penurunan saham hingga 64 perseh dalam setahun terakhir. Perusahaan asal Inggris ini mungkin memerlukan "mantel pelindung" untuk menghadapi serangkaian peristiwa yang menimpanya dalam beberapa tahun terakhir.
Seperti perusahaan barang mewah lainnya, Burberry mengalami penurunan penjualan. Namun, beban yang ditanggung Burberry lebih berat karena harus membalikkan seluruh perusahaan yang telah kehilangan daya tarik di mata pembeli dan mengalami kekacauan finansial.
Pada Senin (14/7), Burberry mengeluarkan peringatan dan laporan laba ketiga sejak awal tahun dan mengumumkan pengunduran diri CEO Jonathan Akeroyd, setelah penjualan anjlok lebih dari 20 persen. Pengumuman ini semakin menegaskan situasi genting yang dialami raksasa mode ini.
Joshua Schulman, mantan CEO Michael Kors, Coach, dan Jimmy Choo, akan menggantikan Akeroyd. Burberry juga mengumumkan penghentian dividen kepada pemegang saham, menyebabkan sahamnya anjlok 16,6% pada pukul 12 siang waktu London. Demikian dilansir Fortune.com pada Selasa (16/7).
“Menurunnya nilai pasar Burberry hingga 70 persen dalam waktu sedikit lebih dari setahun adalah hal yang memalukan, mengingat Burberry seharusnya menjadi salah satu cahaya terang di pasar barang mewah dunia,” kata analis investasi AJ Bell, Dan Coatsworth.
“Mempekerjakan CEO baru dengan cepat tidak akan memperbaiki semuanya dalam sekejap," katanya, menambahkan.