Dua Cara Uber Perbaiki Keuntungan Tahun Ini

Jakarta, FORTUNE - Lama tak terdengar kabar bisnis Uber Technologies Inc. Sang perusahaan ride-hailing raksasa asal Negeri Paman Sam ini dikabarkan sedang berupaya memulihkan keuntungan setelah bisnisnya terdampak keras akibat pandemi Covid-19 pada 2020 silam.
Pada 2020, Uber mengalami kerugian bersih US$6,8 miliar seiring anjloknya pendapatan perusahaan. Kinerja Uber akan lebih buruk bakal dicatat, andai kata Uber tak memiliki bisnis layanan pemesanan makanan. Investor akan mengamati dengan seksama, seberapa cepat perusahaan pulih saat melaporkan kinerja keuangan kuartal empatnya bulan ini.
Mengacu pada laporan finansial pada kuartal tiga 2021, Uber membukukan kerugian per saham empat kali lebih besar dari perkiraan analis. Itu menjadi kerugian per saham terbesarnya semenjak kuartal pertama 2020.
Uber dijadwalkan akan mengumumkan hasil pendapatan kuartal empat 2021 pada Rabu (9/2) waktu AS, atau setelah penutupan perdagangan. Analis memprediksi akan ada kerugian per saham lainnya, tetapi jumlahnya lebih kecil secara kuartalan (q-to-q) atau tahunan (y-o-y).
Sementara itu, pendapatan diproyeksikan akan meningkat 69,3 persen (yoy), lebih lambat dari tingkat pertumbuhan dua kuartal sebelumnya. Untuk pendapatan tahunan, pertumbuhan diprediksi naik 53,3 persen.
Kerikil dalam bisnis Uber
Berdasarkan data per Rabu (9/2) WIB, saham UBER telah terkoreksi 12,76 persen selama perdagangan 2022, dari US$43,95 pada awal tahun menjadi US$38,34 di penutupan perdagangan Selasa (8/2).
Bahkan dalam setahun terakhir, sahamnya telah tertinggal dari pasar. Menurut data Investopedia, pengembalian total UBER mencapai -36,7 persen selama setahun terakhir; lebih rendah dari jumlah pengembalian indeks S&P 500 yang mencapai 14,5 persen.
Laju saham itu dipengaruhi oleh cara Uber dalam mencetak profit. Perlu diketahui, Uber menghasilkan pendapatan lewat aplikasi yang menawarkan layanan tumpangan atau pengiriman makanan. Mitra pengemudi yang berstatus sebagai mitra kontrak independen menjalankan tugas, lalu Uber membayar mereka sembari mengambil keuntungan dari tiap transaksi.
Sejauh ini, ketidakmampuan Uber dalam membukukan profit jadi masalah signifikan. Mengutip platform penasihat keuangan The Motley Fool, itu tergambar dalam laba bersih dan free cash flow perusahaan yang masing-masing menurun US$2,35 miliar dan US$1,48 miliar.
Sepanjang 9 bulan 2021, Uber membukukan pendapatan US$11,6 miliar; tetapi menghabiskan sekitar US$6,2 miliar untuk biaya pendapatan, di mana mayoritasnya digelontorkan untuk membayar pengemudi.
Seiring naiknya pendapatan, biaya itu berpotensi bertambah. Sebab para pengemudi semakin aktif, kian banyak mengambil pesanan. Artinya, perusahaan membutuhkan lebih banyak sumber laba agar bisa bertumbuh secara substansial.