PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA berhasil mencatatkan kinerja yang sangat baik sepanjang 2024 sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, harga saham BBCA justru mengalami penurunan sebesar 8,59% atau 850 poin sepanjang tahun berjalan (YTD) hingga Rabu (12/2), mencapai level Rp9.050 per saham.
Salah satu penyebab penurunan harga saham BBCA adalah aksi jual oleh investor asing. Tim Analis Bareksa mencatat sepekan terakhir periode 3–7 Februari 2025, investor asing melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp839,9 miliar di saham BBCA. Akibatnya, harga saham BBCA turun 1%.
Sejak awal 2025 hingga 7 Februari, saham BBCA tercatat turun sebesar 3,35% dengan total penjualan bersih asing sekitar Rp3,68 triliun.
Menurut analis, aksi jual saham BBCA oleh investor asing dipengaruhi oleh dua faktor utama dalam preferensi investasi mereka, yaitu kondisi makroekonomi Indonesia dan imbal hasil Obligasi Negara Amerika Serikat (US Treasury yield).
Penguatan dolar AS akibat kebijakan perang dagang Presiden Donald Trump membuat rupiah tertekan. Selain itu, melemahnya daya beli masyarakat, yang tecermin dari inflasi tahunan 2024 yang rendah sebesar 1,57%, makin memperburuk situasi tersebut.
Meski begitu, BBCA diprediksi akan tetap mencatatkan kinerja solid berkat likuiditas yang cukup dengan rasio Loan-to-Deposit Ratio (LDR) 78% dan kualitas pinjaman yang baik dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) 1,8%, sehingga dapat mencapai target pertumbuhan kredit 6–8%.
Diketahui, NPL BBCA telah turun tipis sebesar 0,1% dibandingkan dengan 1,9% pada 2023. Selain itu, rasio pembiayaan berisiko BBCA (LAR) juga turun 1,6%, dari 6,9% pada 2023 menjadi 5,3% pada 2024. LAR sendiri merupakan gabungan antara NPL dan pinjaman yang direstrukturisasi namun masih tergolong lancar.